Sumber: BBC | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - CALIFORNIA/LONDON. Sejumlah jam malam diberlakukan di beberapa kota di Amerika Serikat (AS). Jam malam pasca kerusuhan dan unjuk rasa menyebar terkait kematian seorang pria kulit hitam bernama George Floyd saat ditangkap polisi.
Sebagian besar unjuk rasa ini berlangsung damai. Tapi ada beberapa di negara bagian,pengunjuk rasa terlibat bentrok dengan polisi, membakar mobil-mobil polisi, merusak properti atau menjarah toko-toko. Garda Nasional mengerahkan 5.000 personelnya di 15 negara bagian dan Washington DC.
Para ahli membandingkan, dengan kerusuhan di Inggris pada tahun 2011 silam. Ketika aksi damai terkait kematian seorang pria yang ditembak polisi berubah menjadi kericuhan selama empat hari, disertai penjarahan besar-besaran dan gedung-gedung yang dibakar.
Insiden seperti kematian Floyd bisa menjadi momentum pemicu karena mewakili pengalaman yang lebih luas di antara banyak orang. Tentang hubungan antara polisi dan komunitas kulit hitam," kata Profesor Clifford Stott, ahli yang mempelajari perilaku kerumunan dan ketertiban umum di Universitas Keele, Inggris, mengutip BBC, Selasa (2/6)
Darnell Hunt, Dekan ilmu sosial di UCLA, yakin polisi di AS meningkatkan agresivitas mereka selama akhir pekan. "Mengerahkan garda nasional, menggunakan peluru karet, gas air mata, dan semprotan merica. Ini adalah serangkaian taktik polisi yang dapat memperburuk situasi yang sudah tegang," tegasnya
Hunt mengatakan kerusuhan AS pekan ini adalah yang paling serius sejak tahun 1968, setelah Martin Luther King dibunuh. "Kasus George Floyd bukanlah penyebabnya. ini lebih seperti puncak gunung es. Anda dapat berargumen bahkan pembunuhan yang dilakukan polisi adalah gejala - penyebab utamanya adalah supremasi kulit putih, rasisme, dan hal-hal yang secara mendasar belum ditangani oleh AS," tegas Hunt