Sumber: Reuters | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham Nebius Group, perusahaan infrastruktur AI yang baru saja dibentuk dari pemisahan aset Yandex, anjlok 26% pada hari pertama perdagangannya di Nasdaq pada Senin.
Perdagangan saham Nebius sempat tertunda sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022. Nebius muncul setelah kesepakatan pemisahan aset senilai US$ 5,4 miliar antara Yandex, yang sering disebut "Google Rusia", menjadi dua perusahaan terpisah: Nebius yang fokus pada pasar internasional dan perusahaan Rusia yang tetap berada di bawah kendali Yandex.
Pada penutupan perdagangan, saham Nebius turun 24,4% ke US$ 14,44 per saham, jauh lebih rendah dari harga terakhirnya pada Februari 2022, yaitu US$ 18,94 per saham.
Nebius, yang menargetkan pasar AI cloud yang terus berkembang, memiliki struktur kepemilikan yang berbeda dengan Yandex. Sebanyak 78,1% saham Nebius dimiliki oleh investor dan dana Barat, yang diduga menjadi penyebab volatilitas tinggi pada hari pertama perdagangannya.
Baca Juga: Maskot Resmi World Expo 2025 Osaka Tampil Perdana di Jakarta
Denis Buivolov, seorang investor pribadi di Nebius dan kepala penelitian di departemen modal ventura dan pra-IPO BCS, memperkirakan nilai Nebius mencapai US$ 4,6 miliar atau US$ 23 per saham berdasarkan rencana perusahaan dan perbandingan dengan perusahaan serupa seperti CoreWeave, Lambda Labs, dan Sacra.
Nebius memproyeksikan pendapatannya akan meningkat tiga hingga empat kali lipat pada tahun 2025 menjadi US$ 500 juta hingga US$ 700 juta. Perusahaan berencana untuk mengalokasikan antara US$ 600 juta hingga US$ 1,5 miliar untuk belanja modal guna meningkatkan kapasitas pusat data di Finlandia, Prancis, dan Amerika Utara.