Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia resmi mendapatkan kepercayaan untuk memegang Presidensi G20 tahun 2022. Peran Indonesia ini akan dimulai pada 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022.
Dalam Presidensi ini, Indonesia mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger” atau “Pulih Bersama, Bangkit Perkasa”, seperti diungkap oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi.
"Ini untuk pertama kalinya Indonesia memegang Presidensi G20 sejak G20 didirikan. Presidensi Indonesia akan mengambil tema ‘Recover Together, Recover Stronger’," kata Menlu Retno dalam keterangan persnya.
Melansir situs Sekretariat Kabinet RI, serah terima presidensi ini akan dilakukan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang akan digelar di Roma pada tanggal 30-31 Oktober mendatang. Presiden Joko Widodo dijadwalkan akan hadir langsung dalam upacara serah terima jabatan tersebut.
Baca Juga: Indonesia jadi tuan rumah G20 dan harapan besar pada pemulihan ekonomi
Menlu menegaskan bahwa Indonesia akan bekerja keras untuk menyukseskan Presidensi G20 di tahun 2022 dan berupaya agar amanah ini bisa memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia.
"Pemerintah sangat mengharapkan dukungan dari seluruh rakyat Indonesia bagi suksesnya Presidensi Indonesia. Pemerintah akan meneguhkan peran dan kepemimpinan yang selama ini dijalankan Indonesia di dunia internasional," tegasnya.
Agenda utama pembahasan di sektor keuangan
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani yang juga hadir dalam konferensi pers bersama secara virtual pada hari Selasa (14/9), menyebutkan akan ada sejumlah agenda utama pembahasan di jalur keuangan atau finance track dalam Presidensi G20 Indonesia.
Agenda pertama adalah kebijakan untuk mendukung pemulihan ekonomi. Hal yang akan dibahas adalah mengenai exit policy dari kebijakan extraordinary di bidang fiskal dan moneter yang diterapkan negara-negara lain, terutama negara yang tergabung dalam G20.
Baca Juga: Sri Mulyani sebut penerapan pajak karbon diterapkan tergantung kesiapan dunia usaha
Kedua, upaya mengatasi dampak permanen pandemi untuk mendorong pertumbuhan yang lebih kuat. Dalam pertemuan G20 akan dibahas mengenai dampak pandemi Covid-19 pada bidang ekonomi atau disebut dengan scaring atau luka dari perekonomian akibat terjadinya pandemi.
"Juga pembahasan mengenai produktivitas dan memulihkan ekonomi kembali, bagaimana kebijakan-kebijakan akan didesain, ini akan menjadi bahan yang kedua, topik kedua di bidang finance track," imbuhnya.
Berikutnya adalah mengenai pembiayaan berkelanjutan atau sustainable finance. Menkeu menyampaikan agenda ini akan menjadi bahasan penting karena saat ini sektor keuangan diharapkan dapat mendukung agenda golabal penting lainnya, seperti perubahan iklim.
Keempat, akan dibahas mengenai sistem pembayaran antarnegara atau cross border payment. Isu ini merupakan bahasan penting untuk dibicarakan dari sisi perkembangan sistem pembayaran seiring berkembangnya teknologi dan ekonomi digital.
Baca Juga: Belajar dari tahun lalu, Sri Mulyani yakin ekonomi Indonesia 2021 jauh lebih baik
Hal lain yang akan dibahas adalah mengenai inklusi keuangan, pengembangan kredit usaha kecil, dan digitalisasi dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Kemudian, akan diangkat juga mengenai kemajuan dan pelaksanaan dari persetujuan dan perkembangan perpajakan global.
"Di sini akan dibahas berbagai pembahasan mengenai insentif pajak, pajak dan digitalisasi, praktik-praktik penghindaran pajak pajak terutama berkaitan dengan base Erosion and profit shifting dan transparansi, juga pajak dan pembangunan, serta kepastian pajak," ungkap Menkeu.
Menutup keterangannya, Menkeu Sri Mulyani menegaskan bahwa dalam Presidensi G20 ini pemerintah akan tetap menjaga kepentingan nasional dan kepentingan negara-negara berkembang lainnya guna mendapatkan manfaat di bidang ekonomi maupun di bidang perpajakan.