Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - ABUJA. Pemerintah Nigeria menolak keras keputusan Amerika Serikat (AS) yang kembali memasukkan negaranya ke dalam daftar “negara yang menjadi perhatian khusus” atas dugaan pelanggaran kebebasan beragama.
Pemerintah Nigeria menilai keputusan tersebut didasarkan pada informasi yang salah dan data yang keliru.
Presiden AS Donald Trump pekan lalu menetapkan Nigeria kembali masuk daftar negara yang dinilai melanggar kebebasan beragama.
Ia bahkan mengatakan telah meminta Departemen Pertahanan untuk bersiap mengambil tindakan militer cepat jika Nigeria tidak menindak kekerasan terhadap umat Kristen.
Baca Juga: Kemenko Ekonomi: Tak Ada Pengiriman Data Pribadi Warga RI ke AS
Langkah Washington ini disebut memperkeruh hubungan diplomatik antara kedua negara.
Menteri Informasi Nigeria, Mohammed Idris, menegaskan bahwa ancaman tindakan militer dari Trump tidak berdasar dan menggambarkan situasi keamanan Nigeria secara keliru.
“Setiap narasi yang menyebut negara kami gagal menindak serangan berlatar agama bersumber dari informasi yang menyesatkan dan data yang tidak akurat,” ujarnya dalam konferensi pers di Abuja.
Kepala Staf Pertahanan Nigeria, Jenderal Olufemi Oluyede, menambahkan bahwa yang dihadapi Nigeria adalah ancaman terorisme, bukan penganiayaan terhadap umat Kristen.
Baca Juga: Terlapor Bantah Tuduhan KPPU Soal Kesepakatan Bunga Pinjol, Sidang Berpotensi Lanjut
Pemerintah, katanya, selalu terbuka untuk bekerja sama dengan AS dalam memerangi kelompok militan, asalkan kedaulatan dan keutuhan wilayah Nigeria dihormati.
Idris juga menegaskan bahwa pemerintahan Presiden Bola Tinubu telah mencatat kemajuan signifikan dalam memerangi terorisme sejak menjabat pada Mei 2023.
Ia menyebut lebih dari 13.500 militan telah tewas, 17.000 tersangka ditangkap, dan lebih dari 11.200 sandera — termasuk perempuan dan anak-anak — berhasil diselamatkan.
“Terrorisme di Nigeria memengaruhi baik umat Kristen maupun Muslim. Pemerintah berkomitmen mengakhiri kekerasan ekstremis melalui operasi militer, kerja sama regional, dan dialog dengan mitra internasional,” kata Idris.
Baca Juga: Amartha Bantah Tuduhan KPPU Soal Kasus Dugaan Kesepakatan Bunga di Fintech Lending
Nigeria, negara dengan lebih dari 200 kelompok etnis dan penganut Islam, Kristen, serta kepercayaan tradisional, memiliki sejarah panjang hidup berdampingan.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan dan kekerasan kerap muncul akibat persaingan sumber daya dan faktor etnis, bukan semata karena perbedaan agama.













