kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sejumlah hal yang bikin hubungan AS-China makin membara di Laut China Selatan


Jumat, 05 Juni 2020 / 11:29 WIB
Sejumlah hal yang bikin hubungan AS-China makin membara di Laut China Selatan


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - BEIJING/WASHINGTON. Beberapa waktu terakhir, perang dingin antara Amerika Serikat dengan China di Laut China Selatan semakin memanas. Padahal, masalah antara kedua pihak terkait perang dagang, virus corona, serta Hong Kong juga masih jauh dari kata usai. 

Lantas, apa yang dipermasalahkan di Laut China Selatan? 

Berikut sejumlah informasi penting terkait hubungan Amerika-China di Laut China Selatan yang berhasil dihimpun KONTAN dari berbagai sumber:

1. Laut China Selatan penting secara geopolitik

Melansir Wikipedia, Laut China Selatan merupakan lautan yang sangat penting secara geopolitik. Laut ini merupakan jalur air tersibuk kedua di dunia. Menurut tonase kapal kargo tahunan dunia, lebih dari 50% kapal kargo melintasi Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok. Tak hanya itu, kawasan ini diduga memiliki cadangan minyak bumi sebanyak 1,2 km³ (7,7 miliar barel) dengan perkiraan total 4,5 km³ (28 miliar barel). Sedangkan cadangan gas alamnya diperkirakan sebanyak 7.500 km³ (266 triliun kaki kubik). 

Baca Juga: India dan China bersumpah selesaikan sengketa perbatasan sendiri, peran AS ditolak

Menurut kajian Departemen Lingkungan dan Sumber Daya Alam Filipina, badan air ini memiliki sepertiga keragaman hayati laut dunia. Karena itu, Laut China Selatan merupakan daerah yang sangat penting bagi ekosistem. Akan tetapi, populasi ikan di daerah ini semakin berkurang dan negara-negara yang berbatasan dengan laut ini menerapkan larangan penangkapan ikan untuk mempertegas klaim kedaulatannya.

Mengutip Bloomberg, lautan ini membentang dari wilayah utara China ke bagian selatan Indonesia dengan luas mencapai 1,4 juta mil persegi (3,6 juta kilometer persegi). Ini menjadikan Laut China Selatan lebih besar dari Laut Mediterania. 

Baca Juga: Sempat mendekati China, Filipina kini mesra lagi dengan AS demi Laut China Selatan

Pada bagian barat, laut ini menyentuh Vietnam, Malaysia dan Singapura. Sedangkan pada bagian timur bersentuhan dengan Filipina dan Brunei. Laut China Selatan merupakan zona penangkapan ikan yang berkembang pesat dengan menghasilkan sekitar 10% dari tangkapan global. 

Sejumlah besar transit perdagangan melalui perairan ini. Pada 2016, nilai perdagangannya mencapai US$ 3 triliun, termasuk lebih dari 30% dari perdagangan minyak mentah maritim global.

2. Memperebutkan cadangan minyak dan gas alam di dasar Laut China Selatan 

Selama beberapa dekade, AS telah menjamin kebebasan navigasi di perairan Asia, berpatroli di laut dengan tujuan untuk mempertahankan prinsip bahwa tidak ada negara berdaulat yang akan mengalami gangguan dari negara lain. Hal ini ditanggapi China dengan mengerahkan kekuatan militernya. 

Namun, Mantan Komandan Sekutu Tertinggi NATO dan pensiunan Angkatan Laut AS, Laksamana James Stavrdis dalam opininya di Bloomberg mengungkapkan, sebenarnya, baik AS maupun China tengah memperebutkan cadangan minyak dan gas alam di dasar Laut China Selatan. 

Baca Juga: Ikut diprotes Indonesia, Amerika desak PBB tolak klaim China di Laut China Selatan

Menurut Stavrdis, China telah mengklaim sebagian besar Laut China Selatan merupakan laut teritorialnya. Dan saat hubungan China dan AS memburuk dipicu virus corona dan faktor politik, di mana tahun ini pemilihan presiden AS, peluang konflik dengan China meningkat.

Stavrdis menjelaskan, LCS menjadi titik nyala yang dapat memicu perang AS-China didasarkan banyak penyebab selain yang sudah dituliskan sebelumnya.

Dasar-dasar historis klaim China terhadap wilayah ini kembali ke pelayaran laksamana Zheng He abad ke-15. Stavrdis menulis tentang laksamana Zheng dalam buku terbarunya "Sailing True Nort". Kendati begitu, Stavrdis mengatakan, China tidak memiliki dasar hukum untuk mengklaim seluruh Laut China Selatan sebagai danau pribadi mereka. Klaim China ini telah ditolak dengan tegas oleh semua negara yang berada di sekitar badan air ini dan pengadilan internasional.

Baca Juga: Kapal Induk terbaru Gerald Ford bersiap terhubung dengan armada perang AS di Atlantik

Untuk melawan klaim China, Angkatan Laut AS melakukan apa yang disebut kebebasan patroli, yang menunjukkan bahwa Laut China Selatan adalah perairan internasional, atau laut lepas. 

3. Sama-sama mengerahkan armada militer

Asia Times memberitakan, aksi AS di Laut China Selatan ditujukan untuk menggarisbawahi komitmennya terhadap keamanan kawasan maritim.

Dalam beberapa minggu terakhir, AS telah meningkatkan latihan angkatan lautnya di daerah maritim yang disengketakan, termasuk latihan bersama antara Angkatan Udara AS dan Marinir di Laut China Selatan serta latihan perang kapal selam di Laut Filipina yang bersebelahan.

Pada akhir April, Pentagon mengerahkan kapal perang USS Bunker Hill, USS America, dan USS Barry ke Laut China Selatan. Menurut sejumlah analis, ini merupakan aksi unjuk kekuatan yang luar biasa kepada China. Mereka didampingi oleh fregat HMAS Parramatta dari Royal Australian Navy.

Baca Juga: China kerahkan kapal induk kedua Shandong sebagai respons kehadiran militer AS

Pada 15 Mei, AS bahkan mengerahkan kapal perusak kelas USS Rafael Peralta Arleigh-Burke sekitar 116 mil laut di lepas pantai China dekat Shanghai. Ini merupakan kapal perusak AS kedua yang terlihat di Laut Kuning sebelah utara dalam waktu kurang dari sebulan. Secara signifikan, kapal-kapal tersebut diarahkan untuk operasi anti-pesawat tempur dan serangan.

Tanggapan AS mencerminkan rasa urgensi Pentagon setelah China sebelumnya memanfaatkan krisis Covid-19 untuk mengintensifkan militerisasi berbagai fitur sengketa wilayah. Padahal, kapal induk USS Ronald Reagan dan USS Theodore Roosevelt harus berlabuh di masing-masing pelabuhan di Jepang dan Guam seiring menyebarnya infeksi Covid-19 di antara kru mereka.

Baca Juga: Duterte lembek, Mahkamah Agung Filipina titahkan untuk melindungi Laut China Selatan!

Baru-baru ini, Komando Teater Selatan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) mengerahkan sebuah pesawat Y-8 untuk misi patroli perang kapal selam (ASW) ke Fiery Cross yang terletak di dekat Filipina.

Data yang dihimpun Asia Times juga menunjukkan, China baru-baru ini memposisikan sistem peringatan dini dan kontrol KJ-500 di udara (AEW & C) di pulau yang disengketakan di Spratlys, yang telah berfungsi sebagai pusat komando dan kontrol operasi China di daerah tersebut. 

“Alat tersebut berada dalam ruang lingkup kedaulatan Tiongkok yang meningkatkan pembangunan di pulau-pulau dan terumbu di Laut China Selatan dan menyebarkan senjata pertahanan sesuai dengan kebutuhan pertahanan nasional China,” jelas Zhang Junshe, seorang peneliti senior di PLA Naval Military Studies Lembaga Penelitian, baru-baru ini mengatakan kepada Global Times yang berafiliasi dengan pemerintah China.

4. Berdampak ke negara-negara tetangga

Kondisi ini berdampak pada negara-negara tetangga China yang lebih kecil yang juga mengklaim memiliki hal di wilayah Laut China Selatan, termasuk Malaysia yang biasanya tak banyak bicara. Pasalnya, kapal-kapal China selama berbulan-bulan telah memburu kapal eksplorasi minyak Malaysia yang beroperasi di dalam zona ekonomi eksklusifnya sendiri (EEZ). Perselisihan ini mendorong AS melakukan intervensi pada bulan lalu dengan mengirimkan kapal perang.

Hingga akhirnya, kapal Tiongkok meninggalkan daerah itu pada 15 Mei.

Baca Juga: Sumber militer China: Beijing ingin kuasai jalur sengketa Pratas, Paracel, & Spratly

Dalam pernyataan yang tidak biasa oleh Kerajaan Malaysia, Raja Al-Sultan Abdullah Re'Ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah mengatakan di parlemen pada 18 Mei bahwa "peningkatan kegiatan oleh kekuatan besar di Laut China Selatan baru-baru ini perlu mendapat perhatian khusus."

Raja menyatakan, strategi pertahanan Malaysia perlu mempertimbangkan pentingnya diplomasi pertahanan, kebijakan luar negeri yang pragmatis, perjanjian internasional, dan posisi geopolitik di kawasan Asia Pasifik.

"Peningkatan aktivitas oleh kekuatan besar di Laut China Selatan baru-baru ini perlu diperhatikan," kata Raja di depan Dewan Rakyat Malaysia seperti dikutip Channelnewsasia.com.

5. AS desak PBB

Dalam surat yang disampaikan oleh duta besar AS untuk PBB, Kelly Craft, AS mendesak PBB untuk menolak klaim maritim China di Laut China Selatan dengan mengatakan mereka tidak mematuhi Konvensi Hukum Laut AS 1982 (Unclos). 

“[Dan] karena klaim-klaim tersebut dimaksudkan untuk secara tidak sah mengganggu hak dan kebebasan yang dinikmati oleh Amerika Serikat dan semua negara lain, Amerika Serikat menganggap penting untuk mengulangi protes formal atas pernyataan tidak sah ini dan menggambarkan hukum internasional laut yang relevan. seperti tercermin dalam konvensi,” tulisnya dalam surat itu seperti yang dilansir dari South China Morning Post.

Baca Juga: Ikuti jejak negara tetangga, RI protes keras klaim Beijing di Laut China Selatan!

Surat itu muncul sekitar enam bulan setelah China menggarisbawahi klaimnya terhadap banyak perairan yang diperebutkan.

Mereka juga memberi tahu PBB pada bulan Desember bahwa Beijing memiliki hak berdaulat untuk semua pulau di Laut China Selatan, termasuk Pulau Paracels dan Spratlys.

Pemberitahuan itu memicu berbagai keberatan dari negara-negara di Asia Tenggara.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×