Sumber: The Straits Times | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menuduh ada banyak perusahaan minyak dan gas yang mengambil banyak untung dari perang di Ukraina. Guterres menyebut tindakan tersebut tidak bermoral.
Dalam laporannya hari Rabu (3/8), Guterres juga mendesak pemerintah untuk mengenakan pajak atas pendapatan perusahaan yang bergerak di dua sektor vital tersebut.
"Adalah tindakan yang tidak bermoral bagi perusahaan minyak dan gas untuk meraup keuntungan besar di tengah krisis energi, di belakang masyarakat dan komunitas termiskin," ungkap Guterres, seperti dikutip The Straits Times.
Guterres menambahkan, pemerintah harus menarik pajak tambahan dari para pelaku usaha dan menggunakan dana itu untuk membantu masyarakat yang kesulitan di situasi ini.
Baca Juga: Pasukan Perdamaian Tewaskan 2 Warga Sipil Kongo, Sekjen PBB Murka
"Keserakahan yang mengerikan ini menghukum orang-orang yang paling miskin dan paling rentan, sambil menghancurkan satu-satunya rumah kita bersama, planet ini," lanjut Guterres.
Dalam laporannya, Guterres mengatakan bahwa keuntungan gabungan dari perusahaan energi terbesar pada kuartal pertama tahun ini hampir US$ 100 miliar.
Di periode berikutnya, perusahaan besar seperti BP, ExxonMobil, Chevron dan Shell juga melaporkan keuntungan yang sangat besar pada kuartal kedua.
Baca Juga: Zelensky Mencoba Dekati Xi Jinping, Berharap China Bisa Hentikan Perang
Guterres mengatakan bahwa dari saat ini sampai akhir tahun nanti, setidaknya ada 345 juta orang di seluruh dunia yang berisiko menghadapi kerawanan pangan. Kondisi ini akan terjadi di 82 negara.
Jumlahnya meningkat 47 juta orang dari perkiraan awal didorong oleh semakin memburuknya perang di Ukraina.
"Kita sudah melihat tanda-tanda pergolakan ekonomi, sosial dan politik. Kondisi ini tidak akan meninggalkan negara-negara yang tidak diperhatikan," pungkas Guterres.
Dalam pantauan PBB, saat ini banyak negara berkembang yang mulai terlilit utang dan sulit mendapat akses menuju pemulihan finansial. Kebanyakan dari mereka juga masih sulit memulihkan diri dari serangan pandemi Covid-19.