kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Selangkah Lebih Dekat, China Berambisi Kuasai Pasar Otomotif Global


Jumat, 27 Januari 2023 / 13:30 WIB
Selangkah Lebih Dekat, China Berambisi Kuasai Pasar Otomotif Global
ILUSTRASI. China menargetkan bisa jadi pengekspor kendaraan penumpang terbesar kedua di dunia. REUTERS/Stringer ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. CHINA OUT.


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Persaingan industri otomotif global semakin sengit. China menargetkan bisa jadi pengekspor kendaraan penumpang terbesar kedua di dunia, mengalahkan Jerman maupun Jepang. Ekspor China naik tiga kali lipat, mengutip Bloomberg pada Jumat (27/1).

Merek China kini menjadi pemimpin pasar di Timur tengah dan Amerika Latin. Keberhasilan ini tak lepas dari kunci bisnis yang China lakukan dengan membanderol harga yang lebih murah dengan kualitas yang tetap bisa bersaing.

Bila ambisi China ini terjadi, maka peta persaingan industri otomotif global berubah untuk pertama kalinya. Ini juga akan memicu  ketegangan baru dengan mitra dagang maupun saingan Tiongkok. 

Baca Juga: Insentif Mobil Listrik Akan Diberikan Lewat Pengurangan Pajak

Sejauh ini, data Asosiasi Mobil Penumpang China mencatatkan pengiriman mobil buatan China ke luar negeri meningkat tiga kali lipat sejak 2020 hingga mencapai lebih dari 2,5 juta pada tahun lalu. Lebih sedikit sekitar 60.000 unit di belakang Jerman, yang ekspornya turun dalam beberapa tahun terakhir. 

Meski belum bisa melampaui Jepang, China mulai mampu membalap AS dan Korea Selatan, menandakan munculnya saingan tangguh bagi raksasa otomotif yang sudah mapan. Merek China kini menjadi pemimpin pasar di Timur Tengah dan Amerika Latin. 

Di Eropa, kendaraan buatan China yang dijual sebagian besar adalah model listrik keluaran Tesla. Juga ada mobil dengan merek Volvo dan MG, serta Dacia Spring atau BMW iX3, yang diproduksi secara eksklusif di China. 

Sejumlah merek lokal seperti BYD dan Nio juga naik dengan ambisi untuk mendominasi dunia kendaraan energi baru. Didukung oleh Berkshire Hathaway Inc. milik Warren Buffett, BYD sudah memikat pembeli kendaraan listrik di negara maju seperti Australia.

“Ini barulah permulaan. Kami menargetkan bisa menjual 8 juta kendaraan penumpang ke luar negeri pada tahun 2030. Jumlah itu lebih dari dua kali dari pengiriman Jepang saat ini,” ujar Xu Haidong, wakil kepala teknisi di Asosiasi Produsen Otomotif China. 

Tren tersebut menggarisbawahi bahwa China telah bergerak lebih dari sekedar menjadi pabrik dunia untuk perangkat elektronik konsumen, peralatan rumah tangga, dan mainan Natal yang murah. Dengan beralih ke produk yang lebih kompleks dan canggih untuk pasar yang kompetitif dan diatur dengan ketat, perusahaan China bergerak ke atas dalam rantai nilai di bidang manufaktur. 

Sektor manufaktur telah menjadi pendorong utama pertumbuhan yang mengubah ekonomi komunis yang tadinya berjuang menjadi raksasa kuasi-kapitalis kini bernilai US$ 18 triliun.

Memang, Indeks Kompleksitas Ekonomi yang disusun oleh Growth Lab di Universitas Harvard, yang menganalisis berbagai produk yang diekspor suatu negara, menempatkan China ke-17 di dunia, naik dari peringkat ke-24 satu dekade lalu.

Lonjakan ekspor mobil sebagian besar tidak terjadi besar-besaran di AS. Selain pandeki Covid-19, pembuat mobil China lebih berfokus pada  pasar Eropa, Asia, dan Amerika Latin. 

Baca Juga: Saham Tesla Anjlok 65% Sepanjang 2022

General Motors Co memang menjual sekitar 40.000 SUV kompak Buick Envision buatan China di AS pada tahun 2021. Namun, ketegangan politik, kelanjutan tarif dan subsidi era Trump yang ditujukan untuk meningkatkan produksi EV domestik telah mengurangi daya tarik pasar tersebut.

Masuk ke Eropa telah lama menjadi tujuan perusahaan China, yang mulai memamerkan di pameran otomotif di benua itu pada awal tahun 2000-an. Serangkaian tes keamanan yang gagal sekitar tahun 2007 memupus harapan tersebut. 

“Terus terang, saya pikir begitulah, selamanya,” kata Jochen Siebert di JSC Automotive, sebuah perusahaan konsultan mobil di Singapura.

Namun, Goldman Sachs Group berpendapat berkat otomatisasi yang meningkat dan standardisasi yang dihasilkan mengatakan pabrik mobil baru di China memiliki tingkat penggunaan robot tertinggi di dunia. Kekhawatiran soal keamanan kini tinggal sejarah. 

Ketika kualitas meningkat selama dekade terakhir, mobil-mobil China mulai melakukan tes keselamatan Eropa. Pengekangan keras China terhadap polusi udara juga telah membantu sebagian besar mobilnya memenuhi standar emisi Eropa.

Ekspor mobil China ke Uni Eropa melonjak 156% pada tahun 2021, menjadi 435.000 unit, menurut Eurostat. Namun Agatha Kratz, direktur di Grup Rhodium menyebut peningkatan pesat dalam pengiriman EV dari negara tersebut berisiko memicu reaksi politik di Uni Eropa. 

“Sebagian dari ini hanya perusahaan China yang menjadi lebih baik, tetapi sebagian lagi kelebihan kapasitas di China. Ini akan menjadi titik sakit. Itu bisa menghasilkan reaksi yang sangat kuat di Eropa dalam hal perlindungan perdagangan,” katanya.

Dengan harga sekitar US$ 13.700, harga rata-rata kendaraan penumpang buatan China yang diekspor sekitar sepertiga dari harga mobil Jerman pada tahun 2021. Jumlah itu sekitar 30% lebih murah daripada buatan Jepang, menurut data yang diberikan oleh UN Comtrade.

Artinya, mobil China kemungkinan besar menjadi ancaman bagi mobil pabrikan asal Jepang dan Korea Selatan yang lebih murah, daripada merek Jerman.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×