Sumber: Al Jazeera | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - YANGON. Militer Myanmar dinilai telah melakukan pelanggaran hukum humaniter internasional karena diduga telah menangkap pekerja kemanusiaan hingga memblokir akses menuju bantuan makanan untuk orang-orang yang terlantar akibat konflik.
Kelompok Fortify Rights, dalam laporannya hari Rabu (10/11), mengatakan pihak militer Myanmar telah menangkap setidaknya 14 pekerja bantuan di negara bagian Karenni, atau Kayah, sejak merebut negara pada 1 Februari.
Melalui lebih dari 20 wawancara kepada orang-orang terlantar, pekerja kemanusiaan dan anggota kelompok bersenjata, Fortify Rights juga menemukan fakta bahwa militer Myanmar telah melakukan serangan pembakaran, menjarah properti sipil dan menghancurkan makanan, obat-obatan dan pasokan bantuan lainnya.
Baca Juga: Jokowi singgung konflik Myanmar dalam KTT ke-39 ASEAN
Ismail Wolff, Direktur Regional Fortify Rights, juga menegaskan bahwa memblokir bantuan dan menargetkan pekerja kemanusiaan dalam konteks konflik bersenjata adalah kejahatan perang
"Junta Myanmar adalah ancaman bagi perdamaian dan keamanan regional. PBB dan negara-negara anggota ASEAN harus segera mendukung bantuan darurat lintas batas bagi para pengungsi dan memastikan akuntabilitas atas kejahatan keji yang dilakukan junta," ungkapnya, seperti dikutip Al Jazeera.
Fortify Rights mencatat ada lebih dari 100.000 orang telah mengungsi di negara bagian timur dalam pertempuran yang sedang berlangsung. Alih-alih memfasilitasi bantuan yang menyelamatkan pengungsi, militer justru menolak akses warga sipil ke sana.
Dikatakan bahwa militer menangkap 3 pekerja bantuan di dekat Desa Pan Kan di Kota Loikaw pada bulan Mei. Mereka ditahan selama 5 bulan.
Pada bulan Juni, pasukan militer juga menghancurkan dan membakar persediaan beras yang disimpan di sebuah sekolah di desa Loi Yin Taung Chae di perbatasan antara negara bagian Karenni dan Shan.
Baca Juga: PBB: Situasi keamanan Myanmar memburuk, rumah dan gereja dibakar
Cadangan beras tersebut seharusnya digunakan oleh pekerja bantuan untuk memberi makan sekitar 3.000 orang yang terlantar.
Bukan cuma itu, Fortify Rights juga mengatakan militer telah menunda otorisasi perjalanan untuk pekerja bantuan internasional, memasang penghalang jalan, menghentikan kendaraan di pos pemeriksaan dan menyita pasokan bantuan. Semua tindakan tersebut praktis menimbulkan kurangnya sumber daya pokok, seperti air minum dan kebutuhan medis.
"Saat ini nyawa mereka dipertaruhkan dan seluruh penduduk Myanmar berada di bawah ancaman," kata Wolff.
Fortify Rights menilai pemerintah Thailand, India, China, dan Bangladesh harus segera memberi wewenang kepada badan-badan kemanusiaan untuk memberikan bantuan lintas batas kepada warga sipil Myanmar.
Pemerintah negara-negara tetangga juga diharapkan segera melarang penjualan senjata ke Myanmar, menjatuhkan sanksi yang ditargetkan pada anggota militer dan menolak akses mereka ke keuangan.