Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - ANTAKYA. Tim penyelamat di Turki berhasil menyelamatkan beberapa anak hidup-hidup dari bangunan yang runtuh pada Senin (13/2/2023), seminggu setelah gempa bumi terburuk terjadi di negara itu dalam sejarah modern.
Seorang anak berusia 13 tahun berhasil ditarik keluar hidup-hidup setelah menghabiskan waktu 182 jam di bawah puing-puing bangunan yang runtuh di provinsi Hatay selatan Turki pada hari Senin.
Seorang gadis muda bernama Miray juga ditemukan hidup di kota Adiyaman, Turki tenggara, kata para pejabat. Sementara penyiar negara TRT Haber mengatakan seorang gadis berusia 10 tahun diselamatkan di provinsi Kahramanmaras, Turki selatan.
Setidaknya dua anak lain dan tiga orang dewasa juga dilaporkan telah diselamatkan.
Akan tetapi, harapan akan lebih banyak korban selamat memudar dan kritik terhadap pihak berwenang atas penanganan gempa semakin meningkat.
Reuters memberitakan, di satu kota, tim penyelamat sedang menggali terowongan untuk menjangkau seorang nenek, ibu dan anak perempuan, semuanya dari satu keluarga, yang tampaknya selamat dari gempa berkekuatan 7,8 SR pada 6 Februari 2023 lalu.
Baca Juga: Garuda Indonesia Terbangkan Bantuan untuk Korban Gempa Turki
Dalam satu upaya penyelamatan dramatis di kota Kahramanmaras, Turki, tim penyelamat mengatakan mereka melakukan kontak dengan seorang nenek, ibu dan bayi yang terperangkap di sebuah ruangan di sisa-sisa bangunan tiga lantai. Tim penyelamat sedang menggali terowongan kedua untuk menjangkau mereka, setelah rute pertama terblokir.
"Saya memiliki perasaan yang sangat kuat bahwa kami akan mendapatkannya," kata Burcu Baldauf, kepala tim kesehatan sukarela Turki.
Dia menambahkan, "Ini merupakan keajaiban. Setelah tujuh hari, mereka berada di sana tanpa air, tanpa makanan, dan dalam kondisi baik."
Sementara, tim penyelamat yang lain bersiap untuk mengurangi operasi penyelamatan karena suhu rendah mengurangi peluang bertahan hidup yang sudah tipis. Beberapa penyelamat Polandia mengumumkan mereka akan meninggalkan negara itu pada hari Rabu (15/2/2023) besok.
Di kota Aleppo, Suriah yang hancur, kepala bantuan PBB Martin Griffiths mengatakan fase penyelamatan "hampir selesai", dengan fokus bantuan kini beralih ke penyediaan tempat berlindung, makanan, dan sekolah.
Baca Juga: Penjarahan di Turki Memicu Kemarahan Terhadap Migran
Korban tewas di Turki sekarang mencapai 31.643 orang, melebihi korban tewas dalam gempa tahun 1939, kata Otoritas Manajemen Bencana dan Darurat. Kondisi ini menjadikannya gempa terburuk dalam sejarah modern Turki.
Total korban tewas di Suriah, negara yang dilanda perang saudara selama lebih dari satu dekade, telah mencapai 5.714, termasuk mereka yang tewas di kantong pemberontak dan daerah yang dikuasai pemerintah.
Dapat dikatakan, ini adalah bencana alam paling mematikan keenam abad ini, setelah gempa tahun 2005 yang menewaskan sedikitnya 73.000 orang di Pakistan.
"Orang-orang tidak mati karena gempa, mereka mati karena tindakan pencegahan yang tidak dilakukan sebelumnya," kata Said Qudsi, yang melakukan perjalanan dari Kahramanmaras yang dilanda gempa dari Istanbul dan menguburkan paman, bibi dan kedua putranya. Sementara dua anak mereka anak perempuan masih hilang.
Presiden Turki Tayyip Erdogan mengakui adanya masalah dalam tanggapan awal penanganan gempa. Akan tetapi dia mengatakan situasinya sekarang terkendali.
Puluhan penduduk yang berbicara dengan Reuters menyatakan mereka kebingungan atas kekurangan air, makanan, obat-obatan, kantong jenazah, dan derek di zona bencana. Banyak di antara mereka mengkritik respons yang terlalu lambat dan terpusat oleh Otoritas Manajemen Bencana dan Darurat Turki (AFAD).
Baca Juga: Prediksi Terkini PBB: Jumlah Kematian Gempa Turki-Suriah Melampaui 50.000 Jiwa
Seruan untuk bantuan Suriah
Dana Moneter Internasional (IMF) menyerukan upaya internasional untuk membantu Suriah, di mana wilayah barat laut yang dikuasai pemberontak hanya menerima sedikit bantuan.
Hanya satu penyeberangan dari Turki ke Suriah yang sekarang dibuka untuk bantuan PBB, meskipun PBB mengatakan berharap untuk membuka dua pintu lagi.
Bantuan dari daerah yang dikuasai pemerintah ke daerah yang dikuasai kelompok oposisi garis keras telah diblokir.
Sebuah sumber dari Hayat Tahrir al-Sham (HTS), sebuah kelompok ekstremis yang menguasai sebagian besar wilayah tersebut, mengatakan kepada Reuters bahwa kelompok tersebut tidak akan membiarkan pengiriman dari daerah yang dikuasai pemerintah dan bantuan akan datang dari Turki.
Ada rasa frustrasi yang tumbuh di kalangan pekerja bantuan dan warga sipil di daerah yang dikuasai pemberontak Suriah.
"Kami menyerukan sejak hari-hari awal malapetaka agar PBB untuk segera turun tangan," kata kepala koalisi oposisi yang didukung Turki, Salem al Muslet.