Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
Serangan Lanjut di Gaza
Serangan udara ini mengikuti peringatan Israel agar warga meninggalkan Kota Gaza, yang pernah dihuni sekitar satu juta orang, sebagai bagian dari upaya menghancurkan sisa-sisa Hamas, yang telah terpukul berat oleh militer Israel sejak Oktober 2023.
Presiden AS Donald Trump menyatakan dirinya “sangat tidak senang dengan semua aspek” serangan Israel ini.
Baca Juga: Perdana Menteri Qatar Tegaskan Peran Mediasi Meski Diterpa Serangan Israel
Duta Besar AS untuk Israel Mike Huckabee mengatakan, pengaruh serangan ini terhadap negosiasi gencatan senjata masih belum jelas, karena Hamas sejauh ini menolak semua tawaran yang ada.
Hamas, yang menguasai Gaza selama hampir dua dekade namun kini hanya mengontrol sebagian wilayah, kembali menyatakan siap membebaskan semua sandera jika Israel setuju mengakhiri perang dan menarik pasukannya dari Gaza.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuntut kesepakatan “all-or-nothing,” yang mencakup pembebasan seluruh sandera sekaligus penyerahan diri Hamas.
Netanyahu menolak kecaman internasional terhadap operasi seperti serangan di Doha dan memperluas operasi militer di Timur Tengah sejak serangan Hamas ke Israel pada 2023.
Aktivitas Normal di Doha
Di Doha, sebagian besar sekolah dan bisnis tetap buka pada Rabu. Di lingkungan Legtafiya, tempat serangan terjadi, sebuah SPBU dijaga ketat dan beberapa sekolah tutup, meski beberapa tetap menjalankan kelas online.
Trump menyebut penargetan Hamas merupakan tujuan yang sah, tetapi menyesalkan serangan terjadi di negara Teluk Arab yang menjadi sekutu penting AS dan menjadi basis politik Hamas.
Baca Juga: Israel Serang Qatar, Trump: Itu Keputusan Netanyahu Sendiri
Qatar juga menjadi tuan rumah Pangkalan Udara al-Udeid, fasilitas militer AS terbesar di Timur Tengah.
Sejak serangan Hamas pada Oktober 2023 yang menewaskan 1.200 warga Israel dan menahan 251 sandera, Israel telah menargetkan sejumlah pemimpin Hamas.
Balasan militer Israel di Gaza menewaskan lebih dari 64.000 orang menurut otoritas kesehatan lokal, menghancurkan sebagian besar wilayah dan menimbulkan krisis kemanusiaan dengan kelaparan luas yang mengejutkan dunia.