Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Upaya bank sentral secara serentak menekan inflasi dengan mengerek bunga acuan bisa merugikan perekonomian global. Ekonom khawatir bank sentral bisa bertindak terlalu jauh jika mereka tidak memperhitungkan dampak kolektif mereka terhadap permintaan global.
Fokus bank sentral dalam merespon kondisi penawaran dan permintaan di tingkat nasional bisa berlangsung terlalu jauh. Sebab, bank sentral lain telah melemahkan permintaan global yang merupakan salah satu pendorong inflasi nasional.
Jika setiap bank sentral melakukan pengetatan berlebih, maka perekonomian global mungkin juga akan turun terjadi secara signifikan. Bank Dunia memperingatkan efek kumulatif dari dampak internasional dari pengetatan kebijakan moneter dan fiskal ini.
“Pengetatan yang sangat sinkron dapat menyebabkan lebih banyak kerusakan pada pertumbuhan ekonomi daripada yang diharapkan dari penjumlahan sederhana dari efek tindakan kebijakan masing-masing negara,” tulis Laporan Bank Dunia seperti dikutip The Wall Street Journal pada Senin (26/9).
Baca Juga: Presiden China Xi Jinping Digulingkan dalam Kudeta?
Risiko itu dapat dikurangi melalui koordinasi antar bank sentral misalnya ketika mereka memangkas suku bunga utama bersama-sama selama krisis keuangan global. Demikian juga, pada tahun 1985 ketika negara-negara maju bertindak bersama untuk menurunkan dolar dan sekali lagi pada tahun 1987, ketika mereka bertindak bersama untuk mendukungnya.
Memang. Inflasi di seluruh Kelompok 20 ekonomi terkemuka adalah 9,2% pada bulan Juli, dua kali lipat tingkat tahun sebelumnya, menurut Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan. Dengan kenaikan suku bunga, bankir di bank sentral percaya bisa menekan inflasi di tahun depan. .
Bank Dunia menyatakan jumlah kenaikan suku bunga yang diumumkan oleh bank sentral di seluruh dunia sudah berada di level tertinggi pada bulan Juli sejak pencatatan dimulai pada awal 1970-an.
Pada hari Rabu lalu, The Federal Reserve menyampaikan kenaikan 75 basis poin. Sebelumnya, mitra bank sentral di Indonesia, Norwegia, Filipina, Afrika Selatan, Swedia, Swiss, Taiwan, dan Inggris juga menaikkan suku bunga.
"Ini bahaya, tidak ada jaminan langkah menaikkan suku bunga pada akhirnya akan gagal untuk memadamkan inflasi. Bank sentral secara kolektif melangkah terlalu jauh dan mendorong ekonomi dunia ke dalam kontraksi keras yang tidak perlu,” tulis Mantan Kepala Ekonom Dana Moneter Internasional Maurice Obstfeld.
Sebagian besar ekonom menerima bahwa inflasi di satu negara tidak semata-mata karena kekuatan di negara itu. Permintaan global juga mempengaruhi harga barang dan jasa yang mudah diperdagangkan.
Hal ini telah lama terlihat dari komoditas minyak. Pada saat booming di Cina menaikkan harga pada tahun 2008 bahkan ketika AS meluncur ke dalam resesi.
Baca Juga: Hankook Tire Gelontorkan US$ 1,6 Miliar untuk Perluas Kapasitas Pabrik Ban di Amerika
Hal ini juga berlaku dalam beberapa tahun terakhir barang-barang manufaktur, yang harganya didorong di seluruh dunia oleh gangguan pada rantai pasokan. Seperti di pelabuhan-pelabuhan Asia, dan peningkatan permintaan dari stimulus pemerintah. Satu studi Fed menemukan bahwa stimulus fiskal AS meningkatkan inflasi di Kanada dan Inggris.
Ketua The Fed Jerome Powell mencatat pada hari Rabu bahwa bank sentral telah mengoordinasikan tindakan suku bunga di masa lalu. Ia menyatakan saat ini berada dalam situasi yang sangat berbeda. Dia menambahkan bahwa kontak antara bank sentral global kurang lebih sedang berlangsung.
“Dan itu bukan koordinasi, tetapi banyak berbagi informasi,” katanya.
Jika koordinasi tidak dapat dilakukan, tujuan yang lebih dapat dicapai mungkin, seperti yang disarankan oleh Bank Dunia, bagi para pembuat kebijakan nasional untuk memperhitungkan potensi limpahan domestik yang sinkron secara global.