Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
Meski Netanyahu belum mengakui tanggung jawab pribadi atas serangan 7 Oktober, ia menyatakan bahwa pertanyaan sulit akan dijawab setelah perang usai, dan menolak seruan untuk mengundurkan diri atau menggelar pemilu dini.
Di luar negeri, Netanyahu menjadi target protes akibat kampanye militer Israel yang menghancurkan Gaza dan menewaskan hampir 42.000 warga Palestina. Pemerintah asing, termasuk Amerika Serikat, mengkritik kampanye ini dan khawatir atas meluasnya konflik ke Lebanon.
Pengadilan Kriminal Internasional sedang mempertimbangkan permintaan penangkapan Netanyahu atas dugaan kejahatan perang di Gaza.
Baca Juga: Iran Tegaskan Dukung Terus Gerakan Pembebasan Palestina dari Zionis Israel
Di dalam negeri, meski kontroversi terus membayangi, Netanyahu masih mendapat dukungan dari basis pendukungnya yang berhaluan kanan. Ia menyebut langkah ICC sebagai "absurd" dan menganggapnya sebagai serangan terhadap seluruh Israel dan antisemitisme.
Musuh Abadi
Sebelum Israel meningkatkan kampanye militernya terhadap Hizbullah bulan lalu, popularitas Netanyahu di dalam negeri telah mulai pulih selama setahun perang melawan Hamas, kelompok yang dianggap musuh abadi oleh sebagian besar warga Israel.
Jajak pendapat menunjukkan bahwa partainya, Likud, kembali menjadi yang terkuat di Israel.
Netanyahu juga memperkuat koalisinya dengan membawa kembali sekutu lamanya, Gideon Saar, sehingga meningkatkan mayoritasnya di Knesset menjadi 68 kursi dari total 120. Langkah ini memberinya jaminan stabilitas terhadap mitra koalisi yang kerap memberontak.
Baca Juga: Israel Membom Pusat Beirut dan Tewaskan 6 Orang, 1,2 Juta Warga Lebanon Mengungsi
Setelah berhasil bertahan dari krisis terbesar dalam sejarah Israel, Netanyahu kini berpeluang menyelesaikan masa jabatannya, dengan pemilu berikutnya baru akan diadakan pada 2026.