Sumber: Reuters | Editor: Khomarul Hidayat
Berbahasa lembut, Soleimani berasal dari keluarga sederhana. Ia lahir dari keluarga agraris di kota Rabor di Iran tenggara pada 11 Maret 1957.
Pada usia 13 tahun, ia melakukan perjalanan ke kota Kerman dan mendapatkan pekerjaan konstruksi untuk membantu ayahnya membayar kembali pinjaman.
Ketika revolusi untuk menggulingkan Shah Iran dimulai pada tahun 1978, Soleimani mengorganisir demonstrasi melawan Shah Iran.
Baca Juga: Minyak global menembus rekor tertinggi setelah serangan AS menewaskan Jenderal Iran
Dia menjadi sukarelawan bagi Pengawal Revolusi dan setelah perang dengan Irak pecah pada tahun 1980, ia dengan cepat naik pangkat dan melanjutkan untuk memerangi penyelundup obat bius di perbatasan dengan Afghanistan.
“Soleimani adalah pendengar yang baik. Dia tidak memaksakan dirinya sendiri. Tapi dia selalu mendapatkan apa yang dia inginkan,” kata pejabat Irak lainnya.
Pada puncak perang saudara antara militan Sunni dan Syiah di Irak pada 2007, militer AS menuduh Pasukan Quds memasok alat peledak kepada militan Syiah yang menyebabkan kematian banyak tentara Amerika.
Soleimani memainkan peran sangat penting dalam keamanan Irak melalui berbagai kelompok milisi.
Setelah referendum kemerdekaan di utara Kurdi pada 2017, Soleimani mengeluarkan peringatan kepada para pemimpin Kurdi yang menyebabkan penarikan pejuang dari daerah yang diperebutkan dan memungkinkan pasukan Irak untuk menegaskan kembali kendali mereka.
Soleimani bisa dibilang lebih berpengaruh di Suriah. Kunjungannya ke Moskow pada musim panas 2015 adalah langkah pertama dalam perencanaan untuk intervensi militer Rusia yang membentuk kembali perang Suriah dan membentuk aliansi baru Iran-Rusia untuk mendukung Assad.
Kegiatan Soleimani itu telah membuatnya menjadi target Departemen Keuangan AS. Keberhasilan Soleimani dalam memajukan agenda Iran juga telah menempatkannya di garis silang musuh iran yakni Arab Saudi dan Israel.
Baca Juga: Kedutaan AS di Irak diserang, Trump: Iran bertanggungjawab penuh
Para pejabat tinggi intelijen Saudi melihat kemungkinan membunuh Soleimani pada tahun 2017, menurut sebuah laporan di New York Times pada tahun 2018.
Seorang juru bicara pemerintah Saudi menolak berkomentar, Times melaporkan, tetapi pejabat militer Israel secara terbuka membahas kemungkinan menargetkannya.