Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - TAIPE. Menteri Pertahanan Taiwan Chiu Kuo-cheng pada Rabu (6/10) mengatakan, China sudah memiliki kemampuan untuk menyerang Taiwan dan akan mampu melakukan invasi "skala penuh" pada tahun 2025.
“Pada tahun 2025, China akan membawa biaya dan gesekan ke titik terendah. Ia memiliki kapasitas sekarang, tetapi tidak akan memulai perang dengan mudah, harus mempertimbangkan banyak hal lain,” katanya, seperti dikutip Reuters.
Saat ini, Chiu mengungkapkan, situasi ketegangan militer dengan China "paling serius" dalam lebih dari 40 tahun sejak ia bergabung dengan militer. Menurut dia, ada risiko "salah sasaran" saat melintasi Selat Taiwan yang sensitif.
“Bagi saya sebagai seorang militer, urgensinya tepat di depan saya,” ungkapnya kepada Parlemen Taiwan yang meninjau belanja militer tambahan senilai NT$ 240 miliar (US$ 8,6 miliar) untuk lima tahun ke depan, termasuk pembelian rudal dan kapal perang.
Ketegangan telah mencapai titik tertinggi baru antara Taipei dan Beijing. Pesawat militer China telah berulang kali terbang melalui zona identifikasi pertahanan udara Taiwan, meskipun tidak ada tembakan yang dilepaskan.
Baca Juga: Presiden Tsai: Jika Taiwan jatuh ke China, akan jadi bencana besar bagi perdamaian
Selama empat hari berturut mulai Jumat (1/10) pekan lalu, Taiwan melaporkan total hampir 150 pesawat Angkatan Udara China memasuki zona pertahanan udaranya. Sebanyak 59 pesawat tempur China di antaranya hanya pada Senin (4/10) saja.
Amerika Serikat (AS), pemasok militer utama Taiwan, telah mengonfirmasikan komitmen "kokoh" untuk Taiwan dan juga mengkritik China.
Beijing menyalahkan kebijakan Washington yang mendukung Taiwan dengan penjualan senjata dan mengirim kapal perang melalui Selat Taiwan karena meningkatkan ketegangan.
Presiden AS Joe Biden mengatakan pada Selasa (5/10), dia telah berbicara dengan Presiden China Xi Jinping tentang Taiwan dan mereka setuju untuk mematuhi perjanjian Taiwan.
Biden tampaknya merujuk pada "kebijakan satu China" lama Washington, di mana AS secara resmi mengakui Beijing dibanding Taipei.
Dan, Undang-Undang Hubungan Taiwan, yang memperjelas keputusan AS untuk membangun hubungan diplomatik dengan Beijing alih-alih Taiwan bertumpu pada harapan bahwa masa depan Taiwan akan ditentukan dengan cara damai.