kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Taktik pekerja seks bertahan saat corona, dari layanan online hingga andalkan donasi


Kamis, 04 Juni 2020 / 08:10 WIB
Taktik pekerja seks bertahan saat corona, dari layanan online hingga andalkan donasi


Sumber: BBC | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - MELBOURNE/LONDON/DHAKA.  Banyak bisnis terpaksa tutup akibat pandemi virus corona. Mulai dari pabrik, perkantoran, mall dan tempat hiburan. Salah satu yang paling terpukul adalah bisnis prostitusi. Rumah-rumah bordil dan klub striptis tutup. Senyap. .

Mengutip BBC Rabu (3/6), di tengah kekhawatiran akan penghasilan dan kesehatan, pekerja seks mencoba melakukan berbagai cara demi kelangsungan hidup mereka. Beberapa di antara mereka menawarkan layanan seks online, tapi ada juga yang pasrah, mengandalkan bantuan dari lembaga-lembaga amal.

Estelle Lucas, misalnya, yang sudah bekerja sebagai seorang escort selama 10 tahun terakhir di Melbourne. Ia sangat berhati-hati memilih pelanggan. Tapi penyebaran Covid-19 dan anjuran menjaga jarak memicu larangan bertransaksi seksual. "Wajar saya mengatakan bahwa jika saya tidak bekerja selama enam bulan, banyak orang akan melupakan saya. Saya hanya bisa menggobrol saja dengan pelanggan. Dalam industri seks itu tidak cukup. Kita perlu menjalin keintiman dan itu tidak mungkin terjadi dalam situasi seperti saat ini," kata Estelle. 

Sebelum wabah virus corona, Estelle mendapatkan penghasilan di atas rata-rata. Dengan penghasilan itu, ia berharap segera melunasi cicilan kredit rumahnya di pinggiran kota Melbourne. Tapi upaya itu pupus. Kini ia tak punya penghasilan.  Dia  mencoba menyesuaikan diri dengan beralih ke layanan seks online.

Namun strategi tersebut gagal.  "Saya berupaya menawarkan seks secara online tetapi tidak semua orang mengerti teknologi. Beberapa pelanggan saya bahkan ada yang tidak tahu sama sekali cara menggunakan smartphone," terangnya. 

Pemerintah lokal kabarnya segera membuka kembali berbagai restoran dan kafe. Namun belum ada rencana untuk membuka kembali industri seks. Walhasil, pekerja seks dilanda kecemasan yang mendalam. Kalaupun dibuka, ia menghawatirkan kesehatan pelanggannya. 

Pemerintah Australia memberikan bantuan keuangan bagi mereka yang kehilangan mata pencaharian karena krisis Covid-19. Namun untuk mendapatkan bantuan itu, , para pekerja harus membuktikan mereka membayar pajak. Sialnya, para pekerja seks atau pekerja migran tidak masuk kriteria tersebut.

Inilah masalah yang dihadapi pekerja seks di seluruh negara di dunia.  "Pemerintah memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat, tapi para pekerja seks ini tidak termasuk," kataTeela Sanders, profesor kriminologi  Universitas Leicester, Inggris

Maka, kelompok perlindungan pekerja seks dan advokasi mencoba menggalang dana. Tengok saja kelompok perlindungan pekerja seks Las Vegas Sex Worker Collective mengumpulkan dana sebesar US$ 19.300 atau Rp 274 juta eengan patokan kurs Rp 14.200 per dollar Amerika Serikat (AS). Kelompok serupa di Italia menggalang dana hampir € 21.700 atau Rp 347 juta, kurs Rp 16.000 per Euro. "Sumbangan ini dapat menyelamatkan hidup para pekerja seks yang harus segera membayar tagihan, membeli makanan dab sebagainya," kata Sanders.

Tapi itu belum menyelesaikan masalah. 

Beberapa pekerja seks dipaksa uterus bekerja. Mereka berisiko terkena denda  atau terpapar virus. "Di negara-negara berkembang, para pekerja seks kerap menjadi tulang punggung keluarga. Jadi ini mempengaruhi seluruh keluarga besar," kata Prof Sanders.

Niki Adams dari English Collective of Prostitutes mengamini pandangan itu. Dia mengatakan kepada BBC bahwa mayoritas pekerja seks di Inggris adalah para ibu. Jika mereka  terus bekerja, itu karena terpaksa. Mereka sangat membutuhkan uang.

Tapi ada juga yang hanya mengandalkan bantuan, meski mereka tetap mau bekerja. BBC menginvestigasi ke  salah satu rumah bordil terbesar di dunia. Sebuah kawasan kumuh yang banyak gang-gang sempit. Rumah bagi 1.300 perempuan dan 400 anak-anak mereka.

Rumah bordil tersebut sudah tutup sejak Maret 2020. Walhasil, pekerja seks bergantung mengandalkan bantuan dari berbagai lembaga, "Kami tidak memiliki penghasilan, ini menakutkan," kata Nazma, bukan nama sebenarnya.

Nazma harus menanggung tiga anak yang tinggal bersama kakaknya di desa .lain. Dia datang ke rumah bordil tersebut 30 tahun yang lalu saat dia baru berusia tujuh tahun. Meskipun dia membutuhkan uang, dia khawatir bila bekerja selama pandemi akan membahayakan.

Kalaupun virus corona lenyap dan rumah bordil itu dibuka kembali, masih membutuhkan waktu lagi. Pelanggan mungkin masih takut berkunjung. Begitu pula para pekerja seks khawatuir tertular virus corona kembali Mata rantai ini harus menjadi perhatian pemerintah di seluruh dunia. 




TERBARU

[X]
×