Sumber: Bloomberg | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Pasar saham negara berkembang atau emerging markets Asia tersapu badai saham global pada Jumat (28/2), dengan saham-saham Thailand dan Indonesia berada di ambang pasar yang lesu setelah ancaman tarif terbaru Presiden Donald Trump membuat aset-aset berisiko terpukul.
Indeks saham acuan Thailand turun 2,4%, dan kalau dihitung dari level tertinggi Oktober 2024 sudah turun lebih dari 20%. Pasar Indonesia juga bergerak mendekati wilayah lesu, dengan bank sentral menjanjikan intervensi yang kuat setelah rupiah mencapai level terendah dalam lima tahun.
"Ancaman tarif Trump jelas ada di benak semua orang dan sentimennya rapuh, dengan rebound dalam dolar," kata Kok Hoong Wong, kepala perdagangan penjualan ekuitas institusional di Maybank Securities Pte seperti dikutip Bloomberg.
Baca Juga: Bursa Asia Jatuh Jumat (28/2) Pagi, Trump Pastikan Tarif Baru Berlaku Pekan Depan
Saham dan mata uang Asia bergulat dengan pukulan ganda ketidakpastian seputar kebijakan perdagangan Trump dan jalur suku bunga Federal Reserve.
Momok tarif yang lebih tinggi dari Trump dan permintaan global yang lesu membebani ekonomi Thailand yang didorong ekspor. Sementara Indonesia — meskipun arus masuk obligasi bersih — menghadapi pelarian modal yang meningkat.
Kekacauan pasar pada Jumat (28/2), menyusul deklarasi tarif lebih lanjut Trump terhadap Tiongkok, bersama dengan rencana pungutan terhadap Meksiko dan Kanada dalam minggu mendatang.
Bea masuk baru terhadap barang-barang Tiongkok memicu kekhawatiran akan meningkatnya perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia, sementara para ekonom memperingatkan bahwa tarif dapat mendorong Meksiko dan Kanada menuju resesi.
“Sayangnya, Trump mendorong tarif terhadap Tiongkok, Kanada, Meksiko, dan kemungkinan akan ada lebih banyak lagi yang akan datang, meningkatkan tekanan inflasi di AS dan dengan demikian suku bunga akan lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama, sehingga kita melihat lonjakan USD,” kata Xin-Yao Ng, seorang manajer dana di abrdn.
Itu memberikan tekanan pada pasar dengan mata uang yang lebih rentan termasuk beberapa negara di ASEAN seperti Indonesia khususnya.
Indeks Bloomberg Dollar Spot telah naik 0,8% minggu ini.
Ketika ketegangan perdagangan melanda ekonomi negara berkembang, investor menarik diri, meninggalkan jejak kerugian. Indeks Kospi Korea Selatan jatuh lebih dari 3% pada hari Jumat. Sementara NSE Nifty 50 India turun paling banyak dalam lebih dari dua minggu.
Pasar negara berkembang telah mendominasi tolok ukur saham utama dengan kinerja terburuk di dunia tahun ini.
Pada hari Kamis, Indeks S&P/BMV IPC Meksiko turun 1,3%, penurunan terbesar sejak 31 Januari, ketika Trump memulai putaran tarif sebelumnya terhadap negara Amerika Latin, Kanada, dan China.
Baca Juga: Kekhawatiran Tarif AS Membayangi Pasar Asia di Penghujung Februari
Di Asia, dana global terus kelar dari pasar saham Thailand, menjadikan negara itu pasar saham dengan kinerja terburuk di Asia pada tahun 2025, dengan arus keluar hampir US$ 10 miliar selama dua tahun terakhir.
Sementara, asing telah menjual bersih saham di Indonesia senilai US$ 934 juta pada bulan Februari, menempatkan negara tersebut pada jalur arus keluar selama lima bulan berturut-turut, menurut data yang dikumpulkan Bloomberg.
“Prospek tarif telah membuat saham Asia Tenggara suram,” kata Nirgunan Tiruchelvam, seorang analis di Aletheia Capital. “Yang lebih penting, dolar yang kuat membebani aset-aset kawasan tersebut di samping beberapa masalah lokal.”