Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - ISTANBUL. Turki menarik kapal eksplorasi minyak dan gas dari perairan Mediterania Timur yang disengketakan, guna memungkinkan diplomasi dengan Yunani. Tapi, Presiden Tayyip Erdogan menegaskan, pekerjaan Turki di wilayah tersebut belum selesai.
Turki dan Yunani, keduanya Anggota NATO, sangat tidak setuju atas yurisdiksi maritim dan hak eksplorasi energi di Mediterania Timur. Dan, ketegangan berkobar bulan lalu ketika Turki mengirim kapal Oruc Reis ke perairan yang juga diklaim oleh Yunani.
Pada Minggu (13/9), kapal survei seismik Oruc Reis kembali ke pelabuhan untuk apa yang Ankara sebut sebagai menjalani perawatan rutin. Ini sebuah tindakan yang menurut Yunani adalah langkah pertama yang positif dalam meredakan ketegangan.
"Mari kita beri kesempatan pada diplomasi, mari kita lakukan pendekatan positif untuk diplomasi. Yunani harus secara positif memenuhi pendekatan kami ini, dan mari kita mengambil langkah yang sesuai," kata Erdogan di Istanbul, Jumat (18/9). "Inilah mengapa kami melakukannya".
Baca Juga: Aksi saling melotot Turki-Yunani di Laut Mediterania, Erdogan berkedip lebih dulu
"Tapi, ini tidak berarti karena Oruc Reis kami tarik kembali untuk pemeliharaan, aktivitas seismik kami akan berhenti sepenuhnya," ujarnya kepada wartawan seperti dikutip Reuters. "Setelah masa pemeliharaan selesai, Oruc Reis akan kembali beroperasi lagi dan melanjutkan pekerjaannya di sana".
Erdogan mengatakan, dia siap untuk membahas masalah Mediterania Timur dengan Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis secara langsung atau melalui konferensi video.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menyatakan pada Rabu (16/9), pekerjaan pemeliharaan atas Oruc Reis mungkin memakan waktu "beberapa minggu".
Pejabat Turki dan Yunani telah mengadakan pembicaraan di NATO untuk menghindari insiden militer, setelah tabrakan kecil kapal perang kedua negara bulan lalu. Mereka telah mengadakan empat pertemuan.
Baca Juga: Tegang dengan Turki, Yunani berencana beli senjata termasuk pesawat tempur
Tetapi, Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar, dalam sebuah wawancara dengan Channel 4 asal Inggris, pada Jumat (18/9), menuduh Yunani memperlambat diskusi dengan memberlakukan prasyarat.
Para pemimpin Uni Eropa akan mengevaluasi kemungkinan sanksi terhadap Turki pada pertemuan puncak pada 24-25 September. Jerman menginginkan lebih banyak waktu untuk pembicaraan dengan Turki. Sementara Prancis, Siprus, dan Yunani menuntut sanksi.