Sumber: Reuters | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - BANGKOK. Ekonomi Thailand tumbuh pada laju paling buruk dalam hampir lima tahun terakhir. Badan Perencanaan Negara mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Negeri Gajah Putih ini hanya akan mencapai 2,7%-3,2%, turun dari prediksi Mei lalu pada 3,3%-3,8%
Badan Perencanaan pun memangkas prediksi pertumbuhan ekspor menjadi 1,2% tahun ini dari sebelumnya 2,2%. Di kuartal kedua, ekspor Thailand turun 4,2% secara tahunan. Pada periode yang sama 2018 lalu, ekspor naik 7,5%.
Pemangkasan prediksi ini dilakukan di tengah kenaikan tensi perang dagang. Para eksportir Thailand pun mengeluhkan nilai tukar baht yang menguat lebih tinggi ketimbang mata uang Asia lainnya sehingga mengurangi daya saing produk ekspor.
Baca Juga: 50 kota teramah di dunia tahun 2019
Thailand melaporkan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,3% secara tahunan pada kuartal kedua. Angka ini lebih rendah ketimbang polling Reuters yang meramalkan pertumbuhan 2,4%. Tapi, angka ini jauh melorot daripada pertumbuhan kuartal pertama yang sebesar 2,8%.
Secara kuartalan, pertumbuhan hanya 0,6% di kuartal kedua. Angka ini lebih rendah ketimbang prediksi pada 0,7% dan kuartal pertama lalu pada 1%.
Capital Economics memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Thailand akan rendah tahun ini. Prediksi Capital Economics, Thailand akan tumbuh 2,5% tahun ini dan 3% pada tahun depan.
Baca Juga: Inilah tiga skenario posisi nilai tukar yuan saat perang dagang
Sedangkan Charnon Boonnuch dari Nomura memperkirakan, pertumbuhan di semester kedua akan naik menjadi 3,4% dari 2,6% di semeter pertama. Kenaikan laju pertumbuhan ini dibantu oleh kebijakan pelonggaran fiskal dan moneter.
Seluruh negara Asia Tenggara melaporkan pertumbuhan tahunan yang lebih rendah pada kuartal kedua, kecuali Malaysia. Penyebab utamanya, perang dagang Amerika Serikat (AS) dan permintaan global yang berkurang.
Paket stimulus
Badan Perencanaan mengatakan, pertumbuhan ekonomi akan lebih kuat di semester kedua setelah stimulus. Menteri Keuangan Thailand Uttama Savanayana mengatakan, Thailand merencanakan paket stimulus US$ 10 miliar untuk menyokong pertumbuhan ekonomi setidaknya 3% tahun ini dan 3,5% tahun depan.
Tapi, selama ini ekonomi Thailand bergantung cukup besar pada permintaan eksternal. "Sehingga kebijakan dan langkah pelonggaran sulit untuk berdampak signifikan pada ekonomi yang melambat," kata Kobsidthi Silpachai, head of capital markets research Kasikornbank kepada Reuters.
Baca Juga: Gara-Gara Kualitas Pendidikan yang Rendah, Biaya Investasi di Indonesia Menjadi Mahal
Laju pertumbuhan periode April-Juni dipengaruhi oleh kenaikan tipis pariwisata dan konsumsi domestik di tengah belanja konsumen yang tertekan utang rumah tangga.
Konsumsi swasta naik 4,4% secara tahunan dan investasi swasta naik 2,2%. Sementara konsumsi pemerintah naik 1,1% akibat keterlambatan pembentukan pemerintahan setelah pemilihan umum Maret lalu.
Baca Juga: Thailand melarang impor babi dari Myanmar karena demam babi Afrika
Pertumbuhan tahunan jumlah turis asing melambat ke 1,1% pada akhir Juni dari periode sebelumnya 1,8%.
Dengan meningkatnya risiko terhadap pertumbuhan, inflasi yang lambat, dan kurs baht yang menguat, sebagian besar ekonom memperkirakan bank sentral akan memangkas suku bunga acuan pada akhir tahun setelah kejutan penurunan 7 Agustus lalu. Pertemuan bank sentral selanjutnya adalah pada 25 September.