kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.944.000   4.000   0,21%
  • USD/IDR 16.370   -48,00   -0,29%
  • IDX 7.952   15,91   0,20%
  • KOMPAS100 1.106   -0,20   -0,02%
  • LQ45 812   -1,90   -0,23%
  • ISSI 268   1,83   0,69%
  • IDX30 421   0,16   0,04%
  • IDXHIDIV20 488   0,14   0,03%
  • IDX80 122   -0,19   -0,16%
  • IDXV30 132   0,97   0,74%
  • IDXQ30 136   0,14   0,10%

Tiga Perusahaan China Ini Dituduh Bantu Intelijen dalam Operasi Peretasan Global


Kamis, 28 Agustus 2025 / 20:04 WIB
Tiga Perusahaan China Ini Dituduh Bantu Intelijen dalam Operasi Peretasan Global
ILUSTRASI. A hand is seen on a laptop with binary codes displayed in front of the Chinese flag in this illustration taken, August 19, 2022. REUTERS/Dado Ruvic


Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Sebuah koalisi internasional yang jarang terbentuk, terdiri dari Amerika Serikat, sekutu tradisional berbahasa Inggris, serta sejumlah negara Eropa dan Asia, menuding tiga perusahaan China terlibat dalam aktivitas peretasan siber.

Dalam laporan setebal 37 halaman yang dirilis Rabu (27/8/2025), koalisi tersebut menuduh Sichuan Juxinhe Network Technology, Beijing Huanyu Tianqiong Information Technology, dan Sichuan Zhixin Ruijie Network Technology telah menyediakan produk dan layanan siber bagi badan intelijen China, termasuk unit di Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) dan Kementerian Keamanan Negara (MSS).

Baca Juga: Jelang Pemilu, Panglima Militer Myanmar Min Aung Hlaing Akan Kunjungi China

Sichuan Juxinhe sebelumnya sudah dijatuhi sanksi oleh Departemen Keuangan AS karena diduga terkait kelompok peretas “Salt Typhoon,” yang dituduh mencuri data panggilan dalam jumlah masif, termasuk komunikasi pejabat senior di Washington.

Adapun Beijing Huanyu Tianqiong dan Sichuan Zhixin Ruijie disebut-sebut terkena dampak kebocoran data baru-baru ini, meski penyebabnya belum terungkap.

Reuters melaporkan belum berhasil menghubungi ketiga perusahaan tersebut untuk dimintai tanggapan.

Kementerian Luar Negeri China menolak tudingan ini dan menyebutnya sebagai penyebaran informasi palsu bermotif politik.

Beijing juga mengecam langkah Washington yang dinilai “mengajak negara lain untuk menjelekkan dan menjebak China” dalam isu keamanan siber.

Baca Juga: Atasi Kelebihan Kapasitas, China Rencanakan Pemangkasan Produksi Baja 2025-2026

Meski tuduhan keterlibatan peretas asal China sudah kerap muncul sejak puluhan tahun lalu, aktivitas Salt Typhoon dinilai menonjol karena skalanya yang luar biasa besar.

Seorang senator AS tahun lalu menyebut operasi tersebut “tidak masuk akal” dan kemungkinan merupakan “peretasan telekomunikasi terbesar dalam sejarah AS.”

Dalam wawancara dengan The Wall Street Journal, pejabat tertinggi FBI untuk keamanan siber Brett Leatherman menyatakan bahwa Salt Typhoon bertanggung jawab atas “salah satu kasus spionase siber paling signifikan yang pernah terjadi di Amerika Serikat.”

Menurut laporan tersebut, kelompok peretas ini telah menargetkan lebih dari 80 negara dan menunjukkan minat terhadap lebih dari 600 perusahaan di berbagai sektor.

Pernyataan bersama kali ini tidak hanya ditandatangani oleh aliansi intelijen Five Eyes (AS, Inggris, Kanada, Australia, dan Selandia Baru), tetapi juga oleh Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Polandia, Spanyol, Finlandia, serta Republik Ceko.

Selanjutnya: Bank Jakarta Genjot Akses Pembiayaan & Digitalisasi UMKM Lewat Festival 2025

Menarik Dibaca: Ini Manfaat Skin Fasting dan Cara Melakukannya dengan Benar




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004

[X]
×