Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - STILFONTEIN. Sebuah insiden memilukan terjadi di Afrika Selatan saat tim penyelamat menghentikan pencarian korban selamat di sebuah tambang emas ilegal dekat Stilfontein, sebelah barat daya Johannesburg.
Operasi penyelamatan dimulai pada Senin, dan dalam beberapa hari, 78 mayat berhasil diangkat dari bawah tanah, bersama dengan 246 korban selamat, yang banyak di antaranya sangat kurus dan kebingungan.
Pengepungan dan Akhir Tragis
Polisi telah mengepung tambang tersebut sejak Agustus sebagai bagian dari upaya pemberantasan penambangan ilegal. Pihak berwenang memutus pasokan makanan dan air untuk para penambang, berharap mereka akan keluar dan ditangkap.
Baca Juga: World Bank Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025 dan 2026 Stagnan di Level 5,1%
Namun, strategi ini mengarah pada hasil yang mematikan, dengan 78 orang dipastikan tewas dalam apa yang oleh serikat pekerja GIWASU disebut sebagai pembantaian yang didukung negara terbesar sejak berakhirnya apartheid.
Sebagian besar penambang yang terjebak berasal dari Mozambik, Zimbabwe, dan Lesotho, dan mereka dijerat dengan tuduhan imigrasi ilegal, pelanggaran, dan penambangan ilegal setelah diselamatkan. Banyak dari mereka yang terperangkap di bawah tanah, menghadapi kondisi yang sangat buruk karena kekurangan kebutuhan dasar.
Pengalaman Menghantui Relawan
Mzwandile Mkwayi, salah satu relawan dari desa Khuma, menggambarkan pengalaman traumatis membantu mengangkat mayat dan korban selamat dari tambang tersebut. Mkwayi, yang bekerja bersama seorang relawan lokal lainnya, menghabiskan tiga hari di dalam sebuah keranjang, menurunkan dirinya ke dalam lubang tambang untuk menyelamatkan para penambang.
“Saya takut. Mereka sangat senang melihat kami, sangat senang. Kami bilang kepada mereka 'kami di sini untuk membantu Anda, tolong jangan mati'," kata Mkwayi.
Relawan tersebut menjelaskan bagaimana dia sendiri yang memasukkan tubuh ke dalam kantong mayat, dan mengatakan itu adalah pertama kalinya dia melihat pemandangan tragis seperti itu yang akan menghantui dirinya seumur hidup.
Meskipun kondisi yang mengerikan, Mkwayi menjelaskan bahwa tindakannya didorong oleh rasa solidaritas terhadap sesama anggota komunitas. "Mereka adalah saudara kita. Kami hidup bersama mereka," katanya.
Pencarian Penambang yang Hilang
Saat operasi penyelamatan pada Kamis berakhir, keranjang diturunkan untuk terakhir kalinya, dengan kamera terpasang untuk memastikan apakah masih ada korban selamat atau mayat yang tertinggal di tambang.
Baca Juga: Tingkat Pengganguran Global Tahun 2024 Stabil di Level 5%
Polisi kemudian mengumumkan bahwa pencarian secara resmi telah dihentikan setelah keranjang diangkat dan ditemukan kosong, tetapi petugas penyelamat memperingatkan bahwa beberapa mayat mungkin tidak akan pernah ditemukan karena luasnya jaringan terowongan di bawah tanah.
Mannas Fourie, CEO dari perusahaan penyelamat yang terlibat dalam operasi ini, mengakui kemungkinan bahwa beberapa korban yang tewas mungkin masih ada di dalam terowongan yang sangat dalam dan luas tersebut.
Isu Penambangan Ilegal yang Lebih Luas
Insiden ini menyoroti masalah penambangan ilegal yang lebih luas di Afrika Selatan, sektor yang menghabiskan lebih dari US$3 miliar setiap tahunnya bagi negara tersebut.
Banyak penambang ilegal yang masuk ke tambang yang telah ditinggalkan oleh penambang komersial untuk mengekstraksi sisa-sisa emas yang ada, seringkali di bawah kendali geng kriminal yang berbahaya.
Meskipun berisiko, banyak penambang yang terjebak dalam situasi ini didorong oleh kemiskinan dan keputusasaan, seperti yang terlihat dalam peristiwa tragis di Stilfontein.
Pihak pemerintah secara konsisten menggambarkan para penambang sebagai kriminal dan menekankan perlunya “mengusir mereka.”
Namun, pemimpin komunitas lokal dan kelompok masyarakat sipil mengutuk pendekatan polisi yang mereka klaim menyebabkan kematian banyak penambang yang seharusnya bisa diselamatkan jika upaya penyelamatan dimulai lebih cepat.
Baca Juga: Perkuat Produksi Alkes Buatan Dalam Negeri untuk Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Thembile Botman, seorang pemimpin komunitas di Khuma, menyatakan kemarahan, mengatakan bahwa warga lokal telah memperingatkan bahaya ini selama berbulan-bulan, dan kematian ini bisa dicegah. "Menteri mengatakan mereka akan mengusir mereka dan mereka melakukannya. Selamat," katanya dengan pahit.
Pertanyaan yang Belum Terjawab dan Kekhawatiran ke Depan
Situasi ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai penanganan polisi terhadap jalur keluar penambang. Selama pengepungan, polisi menghapus sistem katrol yang sebelumnya digunakan para penambang untuk keluar dari tambang, yang semakin membuat mereka terperangkap di bawah tanah.
Meskipun demikian, polisi bersikeras bahwa lebih dari 1.500 penambang telah berhasil keluar dengan usaha mereka sendiri sebelum operasi penyelamatan dimulai.