Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto
WASHINGTON. Presiden Donald Trump diperkirakan segera menandatangani executive order atau Keputusan Presiden mulai Rabu (25/1) waktu setempat. Isinya memuat larangan sementara masuknya pengungsi ke Amerika Serikat (AS) dan penangguhan pemberian visa untuk warga negara Suriah dan enam negara Timur Tengah serta Afrika.
Sinyalemen ini disampaikan oleh para anggota Kongres dan para pakar imigrasi yang telah dibriefing soal itu.
Trump yang Selasa (24/1) malam waktu setempat mencuit sebuah "hari besar" telah dipersiapkan untuk keamanan nasional. Rabu ini diperkirakan keluar aturan berbagai larangan menyangkut masuknya pengungsi ke AS, kecuali kaum minoritas agama yang melarikan diri karena kasus hukum. Aturan sementara ini akan diterapkan sampai aturan yang lebih agresif lagi dituntaskan.
Keppres itu akan meliputi larangan menerbitkan visa untuk siapa pun yang berasal dari Suriah, Irak, Iran, Libya, Somalia, Sudan dan Yaman, kata para anggota Kongres dan pakar yang meminta namanya tidak diungkapkan.
Dalam cuitannya Selasa lalu, Trump berkata, "Hari besar telah direncanakan untuk keamanan nasional besok. Di antara banyak hal itu, kita akan membangun tembok!"
Pengaturan keamanan perbatasan akan meliputi pembuatan tembok perbatasan dengan Meksiko dan langkah-langkah lain untuk mengurangi jumlah imigran ilegal yang tinggal di dalam negeri Amerika Serikat.
Sumber-sumber mengatakan keppres-keppres itu akan ditandatangani Rabu ini. Setelah Trump mempertimbangkan aturan-aturan keamanan perbatasan yang diperketat, dia akan beralih ke masalah pengungsi segera dalam pekan ini.
Stephen Legomsky yang pernah memangku jabatan pada Dinas Kependudukan dan Imigrasi di bawah pemerintahan Barack Obama mengatakan bahwa presiden AS memiliki wewenang untuk membatasi masuknya pengungsi dan penerbitan visa kepada negara tertentu jika pemerintahan AS menganggapnya penting demi keamanan nasional AS.
"Dari sudut pandang hukum, kewenangan itu memang ada dalam wilayah hukum presiden. Namun dari sudut pandang politis, langkah itu membahayakan karena saat ini ada kebutuhan kemanusiaan yang mendesak bagi pengungsi," kata Legomsky, profesor Fakultas Hukum Universitas Washington di St. Louis.