Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Senin (24/11/2025) memulai proses penetapan sejumlah cabang Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris asing (FTO) dan specially designated global terrorists (SDGT).
Langkah ini berpotensi menghadirkan sanksi baru terhadap salah satu gerakan Islamis paling berpengaruh dan tertua di dunia Arab.
Trump menandatangani perintah eksekutif yang menginstruksikan Menteri Luar Negeri Marco Rubio dan Menteri Keuangan Scott Bessent untuk menyusun laporan mengenai kemungkinan penetapan cabang Ikhwanul Muslimin di beberapa negara termasuk Lebanon, Mesir, dan Yordania sebagai organisasi teroris, menurut lembar fakta Gedung Putih.
Baca Juga: Main 10 Orang Sejak Menit 13, Everton Tetap Gasak Manchester United 1-0
Perintah tersebut juga mewajibkan kedua kementerian untuk melanjutkan proses penetapan dalam waktu 45 hari setelah laporan disampaikan.
Pemerintahan Trump menuduh sejumlah faksi Ikhwanul Muslimin di negara-negara tersebut mendukung atau mendorong serangan kekerasan terhadap Israel dan mitra AS, serta memberikan dukungan material bagi Hamas.
“Presiden Trump menghadapi jaringan transnasional Ikhwanul Muslimin yang memicu terorisme dan kampanye destabilisasi terhadap kepentingan dan sekutu AS di Timur Tengah,” tulis lembar fakta tersebut.
Dorongan untuk menetapkan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris telah lama disuarakan oleh Partai Republik dan kelompok sayap kanan.
Upaya serupa juga pernah dilakukan Trump pada masa jabatan pertamanya.
Baca Juga: Minyak Dunia Ditutup Naik 1% Senin (24/11): Dipicu Ekspektasi Suku Bunga The Fed
Beberapa bulan setelah periode keduanya dimulai, Rubio menegaskan bahwa pemerintah sedang bekerja untuk mendorong penetapan tersebut.
Pekan lalu, Gubernur Texas Greg Abbott juga dari Partai Republik menetapkan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris di tingkat negara bagian.
Ikhwanul Muslimin didirikan di Mesir pada 1920-an sebagai gerakan politik Islam untuk menandingi arus pemikiran sekuler dan nasionalis.
Gerakan ini kemudian berkembang pesat di berbagai negara Muslim, menjadi kekuatan politik yang signifikan meski kerap beroperasi secara tertutup.













