Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
New Delhi mengatakan negara-negara lain yang telah meningkatkan pembelian minyak Rusia, seperti Tiongkok, belum dikenakan hukuman.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent menuduh India mengambil untung dari peningkatan tajam pembelian minyak Rusia dan menyebut tindakan tersebut tidak dapat diterima.
Dalam sebuah wawancara pekan lalu, ia mengatakan kepada CNBC bahwa tidak seperti lonjakan impor minyak Rusia di India setelah pecahnya perang di Ukraina, pembelian minyak mentah Tiongkok meningkat dari 13% menjadi 16%.
Kementerian Luar Negeri India menyatakan bahwa impor minyak mentahnya dari Rusia dimaksudkan untuk memastikan biaya energi yang dapat diprediksi dan terjangkau bagi konsumen India.
"Impor minyak mentah merupakan kebutuhan yang didorong oleh situasi pasar global," jelas Kemenlu India.
New Delhi memperingatkan bahwa penghentian impor minyak Rusia, yang saat ini mencapai sekitar 2 juta barel per hari, akan mengganggu seluruh rantai pasokannya dan menyebabkan harga bahan bakar domestik melonjak.
New Delhi menyatakan bahwa pemerintahan AS sebelumnya di bawah Joe Biden telah mendukung pembelian minyak Rusia untuk menjaga stabilitas harga global.
Rusia menyatakan bahwa mereka berharap India akan terus membeli minyak darinya.
Tonton: China Borong Emas Hitam Rusia Usai India Kurangi Pembelian
Hubungan AS-India memburuk
Para pakar hubungan internasional mengatakan langkah-langkah Trump baru-baru ini telah menjerumuskan hubungan AS-India kembali ke fase terburuknya, mungkin sejak AS menjatuhkan sanksi terhadap India atas uji coba senjata nuklir pada tahun 1998.
Selain perdagangan, perselisihan ini dapat memengaruhi bidang-bidang lain seperti visa kerja bagi tenaga profesional teknologi India dan alih daya jasa ke luar negeri.
Dan bahkan jika India pada akhirnya berhasil membalikkan sebagian tarif, beberapa konsekuensinya akan tetap ada, terutama dalam perdagangan.
"Pesaing seperti Tiongkok, Vietnam, Meksiko, Turki, dan bahkan Pakistan, Nepal, Guatemala, dan Kenya berpotensi mendapatkan keuntungan, yang berpotensi mengunci India dari pasar-pasar utama bahkan setelah tarif dicabut," kata pendiri GTRI, Ajay Srivastava, mantan pejabat perdagangan India.