Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sedang merampungkan rencana tarif balasan terhadap negara-negara yang mengenakan bea masuk pada produk AS.
Langkah ini memicu kekhawatiran akan eskalasi perang dagang global serta potensi lonjakan inflasi di AS.
Di Eropa, para menteri perdagangan Uni Eropa (UE) mengadakan pertemuan untuk merespons kebijakan tarif AS, setelah Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menegaskan bahwa UE tidak akan tinggal diam.
Baca Juga: Wall Street Anjlok, Rilis Data Inflasi Memupus Harapan Pemangkasan Suku Bunga
Jerman mendorong negosiasi untuk menghindari perang dagang transatlantik, namun juga siap dengan langkah balasan jika diperlukan.
Sebelumnya, Trump mengejutkan pasar dengan mengenakan tarif pada semua impor baja dan aluminium mulai 12 Maret.
Keputusan ini mendapat kecaman dari Meksiko, Kanada, dan Uni Eropa, sementara Jepang dan Australia berusaha mendapatkan pengecualian.
Tarif ini membuat industri yang bergantung pada bahan tersebut bergegas mencari cara untuk mengatasi kenaikan biaya produksi.
Pekan lalu, Trump juga menaikkan tarif 10% pada barang-barang dari China yang berlaku mulai 4 Februari. China pun membalas dengan kebijakan serupa.
Baca Juga: OPEC Pertahankan Perkiraan Pertumbuhan Permintaan Minyak Global 2025 dan 2026
Selain itu, Trump menunda tarif 25% terhadap Meksiko dan Kanada hingga 4 Maret, guna memberi waktu negosiasi terkait keamanan perbatasan dan perdagangan fentanyl.
Beberapa pekerja AS menyambut baik tarif baja dan aluminium, tetapi banyak perusahaan manufaktur khawatir dampaknya terhadap rantai pasok dan harga barang.
Ahold Delhaize dan Siemens Energy memperingatkan bahwa kenaikan tarif akan memicu lonjakan harga produk bagi konsumen.
UE dan Negara Lain Siap Membalas
Di Eropa, produsen baja khawatir tarif AS akan memicu banjir impor baja murah ke Eropa. Aperam dari Prancis meminta UE untuk segera membatasi impor, sementara Voestalpine dari Austria mendesak langkah balasan segera.
Baca Juga: Trump Berencana Gunakan Undang-Undang Perdagangan 1930 untuk Terapkan Tarif Balasan
Di Australia, Menteri Industri Ed Husic menegaskan bahwa ekspor aluminium hijau negaranya tidak akan terganggu oleh tarif AS.
"Dunia sangat membutuhkan aluminium kami untuk transisi ke nol emisi. Pertanyaannya adalah, apakah AS benar-benar ingin membayar lebih mahal untuk produk yang mereka butuhkan?" kata Husic dalam konferensi pers di Canberra, Rabu (12/2).
Inflasi AS dan Tantangan Tarif Balasan
Di AS, inflasi meningkat pada Januari, dengan harga bensin naik 1,8%, sewa tempat tinggal naik 0,4%, dan telur melonjak 15,2%, kenaikan tertinggi dalam hampir satu dekade.
"Belum jelas apakah data inflasi ini akan membuat pemerintahan Trump berpikir ulang soal tarif baru," ujar Ryan Sweet, Kepala Ekonom AS di Oxford Economics.
Sementara itu, Gedung Putih masih menyusun skema tarif balasan. Trump berencana mengumumkan tarif baru untuk mobil, semikonduktor, dan farmasi dalam dua hari ke depan.
Baca Juga: Uni Eropa Membalas Donald Trump, Bersiap Aktifkan Kembali Tarif di 2018
Namun, para ahli menilai penerapan tarif ini sangat kompleks dan berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi ekonomi AS sendiri.
"Misalnya, jika Kolombia memiliki tarif tinggi pada kopi untuk melindungi industri mereka, maka AS akan membalas dengan tarif tinggi pada kopi Kolombia, meskipun AS tidak memproduksi kopi sendiri. Akibatnya, yang dirugikan justru konsumen AS," kata William Reinsch, pakar perdagangan dari Center for Strategic and International Studies.
Meski begitu, Trump memiliki opsi menggunakan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA) untuk menerapkan tarif ini dengan cepat tanpa persetujuan Kongres.
Kebijakan ini masih dalam tahap finalisasi, tetapi satu hal sudah jelas: ketegangan dagang global kembali memanas, dan dunia tengah bersiap menghadapi dampaknya.