Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menegaskan sikap tegasnya terhadap perdagangan internasional.
Pada Selasa, ia mengancam akan mengenakan tarif baru terhadap Uni Eropa (UE) dan menyebut bahwa administrasinya sedang mendiskusikan bea masuk 10% untuk impor dari Tiongkok.
Langkah ini, menurut Trump, bertujuan untuk menekan penyelundupan fentanyl dari Tiongkok melalui perbatasan Meksiko dan Kanada ke Amerika Serikat.
Ancaman tarif ini muncul sehari setelah Trump resmi menjabat, meskipun ia tidak langsung memberlakukan tarif seperti yang dijanjikan dalam kampanyenya.
Berikut ini adalah rincian kebijakan yang diumumkan, dampaknya pada hubungan dagang global, serta reaksi dari negara-negara terkait.
Baca Juga: Donald Trump Diambil Sumpah Tanpa Meletakkan Tangan di Atas Alkitab, Apa Tetap Sah?
Kebijakan Tarif Trump terhadap Uni Eropa
Trump menyebut Uni Eropa memiliki surplus perdagangan yang “sangat buruk” terhadap AS. Ia mengklaim bahwa satu-satunya cara untuk mencapai keadilan adalah dengan menerapkan tarif.
“Uni Eropa sangat, sangat buruk kepada kami,” ujarnya di Gedung Putih.
“Mereka akan menghadapi tarif. Itu satu-satunya cara untuk mencapai keadilan,” tambahnya.
Pernyataan ini menjadi lanjutan dari ancaman Trump sebelumnya terkait tarif tambahan pada barang-barang dari Kanada dan Meksiko. Fokus utamanya adalah membatasi perdagangan yang dinilai merugikan AS dan menangani penyelundupan fentanyl serta bahan prekursor kimianya yang masuk dari Tiongkok.
Dampak pada Hubungan Perdagangan dengan Kanada dan Meksiko
Trump mengindikasikan kemungkinan tarif 25% terhadap Kanada dan Meksiko jika kedua negara tidak mengambil langkah signifikan untuk mencegah perdagangan manusia dan penyelundupan fentanyl ke AS.
Peter Navarro, penasihat perdagangan Gedung Putih, mengatakan bahwa langkah ini dimaksudkan untuk memberikan tekanan pada Kanada dan Meksiko. “Alasan dia mempertimbangkan tarif 25% untuk Kanada dan Meksiko adalah karena setiap hari, 300 warga Amerika meninggal akibat overdosis fentanyl,” ungkap Navarro.
Baca Juga: Donald Trump Diagendakan untuk Rutin Berkunjung ke Jalur Gaza
Reaksi dari Meksiko cenderung menenangkan, dengan Presiden Claudia Sheinbaum menyatakan bahwa Meksiko akan merespons kebijakan ini secara bertahap sambil tetap menekankan kedaulatan negaranya. Namun, ia menegaskan bahwa perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara (USMCA) tidak akan dirundingkan ulang sebelum 2026.
Ancaman Tarif terhadap Tiongkok
Ancaman tarif tambahan sebesar 10% terhadap impor dari Tiongkok berkaitan langsung dengan isu penyelundupan fentanyl. Trump memfokuskan perhatian pada bahan prekursor kimia yang berasal dari Tiongkok dan masuk ke AS melalui Meksiko dan Kanada.
Dalam responsnya, Kementerian Luar Negeri Tiongkok menyatakan bahwa mereka tetap berkomitmen untuk menjaga komunikasi yang konstruktif dengan AS. “Kami selalu percaya bahwa tidak ada pemenang dalam perang dagang atau perang tarif,” ujar Mao Ning, juru bicara kementerian tersebut.
Reaksi Pasar Keuangan dan Sektor Pertanian
Kebijakan tarif Trump memberikan dampak signifikan pada pasar keuangan AS. Setelah Trump mengambil pendekatan yang lebih hati-hati terhadap tarif, indeks S&P 500 mencapai level tertinggi dalam sebulan. Namun, ancaman tarif baru terhadap Uni Eropa dan Tiongkok dapat memengaruhi momentum tersebut.
Sektor pertanian AS, terutama petani jagung, juga khawatir terhadap dampak negatif dari kebijakan ini. Meksiko dan Kanada adalah pasar ekspor utama bagi jagung dan etanol AS. Kenny Hartman Jr, presiden dewan Asosiasi Petani Jagung Nasional, berharap kebijakan ini tidak mengganggu ekspor produk mereka.
“Kami berharap ekspor jagung ke Meksiko dan etanol ke Kanada tidak terganggu,” ungkapnya.
Baca Juga: Ini Peringatan Rusia kepada Donald Trump Soal Terusan Panama
Kebijakan Tambahan dan Memo Perdagangan
Trump juga menandatangani memorandum perdagangan yang meminta agensi federal untuk melakukan tinjauan komprehensif terkait berbagai isu perdagangan, termasuk defisit perdagangan AS, praktik perdagangan yang tidak adil, dan manipulasi mata uang.
Memo tersebut mencakup analisis terhadap:
- Surplus perdagangan mitra dagang AS, termasuk Tiongkok.
- Praktik perdagangan yang dianggap tidak adil.
- Potensi penerapan tarif tambahan secara global.