Sumber: Al Jazeera | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani sebuah perintah eksekutif yang menjatuhkan hukuman penjara satu tahun bagi siapa pun yang kedapatan membakar bendera nasional.
Kebijakan ini menuai kecaman luas karena dianggap bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung yang sejak lama melindungi aksi tersebut sebagai bentuk kebebasan berekspresi di bawah Amandemen Pertama Konstitusi AS.
Latar Belakang Perintah Eksekutif
Perintah yang diteken pada Senin itu mengakui putusan Mahkamah Agung tahun 1989 yang menyatakan pembakaran bendera dilindungi sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Namun, Trump berargumen bahwa tindakan tersebut “berpotensi memicu tindakan melanggar hukum secara langsung”.
Baca Juga: Trump Ancam Tarif 200% Jika China Tak Tambah Pasokan Magnet Rare Earth ke AS
“Jika Anda membakar bendera, Anda akan dipenjara satu tahun; tanpa keringanan, tanpa pengecualian,” kata Trump saat menandatangani perintah tersebut.
“Itu akan tercatat dalam catatan kriminal Anda, dan Anda akan melihat aksi pembakaran bendera berhenti seketika,” tambahnya.
Kritik dari Kelompok Kebebasan Sipil
Sejumlah kelompok advokasi kebebasan berekspresi langsung mengecam langkah tersebut. Foundation for Individual Rights and Expression (FIRE) menilai perintah ini sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap konstitusi.
“Presiden Trump mungkin percaya ia bisa mengubah Amandemen Pertama hanya dengan satu tanda tangan, tapi kenyataannya tidak demikian,” ujar FIRE dalam sebuah pernyataan.
“Pemerintah tidak bisa menuntut tindakan ekspresif yang dilindungi, meski banyak orang — termasuk presiden — menganggapnya ofensif dan provokatif.”
Ancaman bagi Warga Asing
Dalam perintah tersebut, Trump juga menginstruksikan Jaksa Agung Pam Bondi untuk menuntut pelaku pembakaran bendera “sejauh mungkin”. Selain itu, terdapat ancaman tambahan bagi warga negara asing yang terlibat, termasuk pencabutan visa, deportasi, dan hukuman lain.
Trump mengklaim, tanpa bukti, bahwa pembakaran bendera digunakan oleh warga asing untuk mengintimidasi warga Amerika. Ia menyebut tindakan itu setara dengan “incitement” (hasutan) atau “fighting words” yang memicu kerusuhan.
Baca Juga: Trump Ancam Kenakan Tarif Tambahan bagi Negara dengan Pajak Digital
Pakar Hukum Ragukan Dasar Hukum
Pernyataan Trump tersebut dibantah oleh para ahli hukum. GS Hans, profesor hukum di Cornell University yang fokus pada Amandemen Pertama, menegaskan bahwa perintah ini tidak berdasar.
“Saya tidak melihat ini sebagai masalah besar,” kata Hans kepada Associated Press.
“Ini justru terlihat seperti solusi yang mencari-cari masalah.”
Kontroversi Kekuasaan Eksekutif
Langkah Trump dipandang sebagai bagian dari visinya mengenai kekuasaan eksekutif yang minim batasan, sesuatu yang telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengamat demokrasi dan kebebasan sipil di AS.
Meski secara politik langkah ini mungkin populer di kalangan pendukung nasionalisme kuat, secara hukum perintah tersebut berpotensi menghadapi tantangan konstitusional yang serius di pengadilan.