Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada hari Senin menandatangani perintah eksekutif yang bertujuan menekan harga obat resep di AS agar setara dengan harga internasional, khususnya yang dibayar negara-negara maju lainnya.
Kebijakan ini menargetkan perusahaan farmasi agar menurunkan harga dalam 30 hari ke depan atau menghadapi tindakan lebih lanjut dari pemerintah.
“Semua orang harus membayar harga yang sama,” ujar Trump dalam konferensi pers.
Ia menambahkan bahwa pemerintah dapat memberlakukan tarif jika perusahaan tidak menyesuaikan harga mereka.
Harga Obat AS Tertinggi di Dunia: Trump Targetkan Pemangkasan hingga 90%
Amerika Serikat dikenal membayar harga obat hampir tiga kali lipat dibanding negara-negara maju lainnya.
Baca Juga: Trump Memulai Kunjungan Bersejarah ke Negara-Negara Teluk, Ini Misi Utamanya
Trump menyebutkan bahwa ia menargetkan pemotongan harga obat antara 59% hingga 90%, sebagai bagian dari janji kampanyenya untuk melawan inflasi dan menurunkan biaya hidup, termasuk harga bahan pokok seperti telur dan bensin.
Kisah pribadi turut memotivasi langkah ini. Seorang teman Trump dikabarkan membayar US$88 untuk suntikan penurun berat badan di London, sementara harga yang sama di AS mencapai US$1.300.
Respons Pasar: Saham Farmasi Pulih Setelah Ketidakpastian Mereda
Meskipun perintah ini awalnya mengguncang pasar, saham perusahaan farmasi seperti Merck, Pfizer, Gilead Sciences, dan Eli Lilly justru mengalami kenaikan setelah rincian perintah tidak seburuk yang dikhawatirkan investor.
Analis menyebutkan bahwa perintah tersebut kurang spesifik dalam hal implementasi, sehingga masih terdapat ketidakjelasan mengenai efektivitasnya.
Strategi Tambahan: Impor Obat, Kontrol Ekspor, dan Belanja Langsung Konsumen
Perintah eksekutif Trump juga mencakup beberapa langkah potensial lainnya:
-
Memfasilitasi program pembelian langsung oleh konsumen dari produsen atau negara lain dengan harga internasional.
-
Merevisi kebijakan ekspor bahan baku dan obat-obatan yang menyebabkan ketimpangan harga.
-
Mempertimbangkan pembatasan ekspor jika terbukti berdampak pada harga domestik.
Baca Juga: Trump Kunjungi Putra Mahkota Saudi dalam Lawatan ke Timur Tengah, Bahas Apa Saja?
Penolakan Industri Farmasi: “Resep Gagal bagi Amerika”
Organisasi dagang farmasi dan bioteknologi langsung mengkritik kebijakan ini. CEO PhRMA, Stephen Ubl, menyebut kebijakan ini sebagai:
“Mengimpor harga dari negara-negara sosialis adalah kesepakatan buruk bagi pasien dan pekerja Amerika. Ini akan mengurangi pengembangan pengobatan dan investasi inovasi.”
Ubl juga menyalahkan negara-negara lain yang dianggap tidak membayar "bagian adil" dan menyebut perantara sebagai penyebab utama kenaikan harga bagi pasien AS.
Penegakan Hukum dan Potensi Gugatan Hukum Massal
Trump juga mengarahkan Komisi Perdagangan Federal (FTC) untuk menindak praktik anti-kompetitif, seperti kesepakatan antara produsen obat paten dan generik untuk menunda masuknya versi murah ke pasar.
Namun, para ahli hukum memperkirakan perintah ini akan menghadapi gugatan hukum besar, terutama jika melampaui batas hukum yang diizinkan, seperti impor obat secara langsung oleh konsumen.
“Saat tindakan nyata diambil dan perusahaan benar-benar merasa harus menurunkan harga, saat itulah gelombang litigasi akan dimulai,” kata Lawrence Gostin, profesor hukum kesehatan dari Georgetown Law.
Baca Juga: Kabar Baik! Kesepakatan Tarif AS-China Redakan Ancaman Resesi
FTC dan Koordinasi Antarlembaga: Perang Baru Terhadap Monopoli Farmasi
FTC menyatakan dukungannya atas langkah tersebut. Juru bicara Joe Simonson mengatakan:
“Amerika lelah dipermainkan. FTC akan menjadi mitra bangga dalam upaya baru ini.”
FTC sebelumnya telah diperintahkan untuk mengadakan sesi dengar pendapat dengan lembaga lain untuk meninjau praktik persaingan usaha di industri farmasi.