Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
Negeri Para Dewa menyerukan agar perjanjian itu dibatalkan, karena negara itu membuka kembali kedutaan besarnya di Libya setelah tujuh tahun.
Dilaporkan oleh Reuters, Menteri Luar Negeri Yunani Nikos Dendias bertemu dengan Perdana Menteri alternatif Libya Hussein Atiya Abdul Hafeez Al-Qatrani di Benghazi dan mencatat bahwa parlemen Libya belum meratifikasi perjanjian tersebut.
Berdasarkan pernyataan itu, pemerintah Yunani tegas menganggap kesepakatan maritim Turki-Libya tidak memiliki kekuatan hukum.
PM Dbeibeh tentunya menyangkal tuduhan tersebut dan mengatakan bahwa perjanjian antara kedua negara, termasuk perjanjian demarkasi maritim, didasarkan pada kerangka kerja yang valid.