Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Ribuan pengunjuk rasa, Kamis (28/11) malam, berkumpul di jantung Kota Hong Kong, beberapa di antaranya berbalut bendera Amerika Serikat (AS), setelah sejak Ahad (24/11) tidak ada aksi besar.
Aksi tersebut berlangsung setelah Presiden AS Donald Trump, Rabu (27/11) waktu Washington, menandatangani rancangan undang-undang (RUU) yang mendukung pengunjuk rasa Hong Kong menjadi undang-undang (UU).
"Alasan bagi kami mengadakan rapat umum ini adalah untuk menunjukkan rasa terima kasih kepada Kongres AS dan juga Presiden Trump karena meloloskan RUU itu," kata Sunny Cheung, 23 tahun, anggota kelompok mahasiswa yang melobi untuk UU tersebut, seperti dikutip Reuters.
Juga: Semakin seru, Donald Trump Tandatangani RUU HAM Hong Kong
"Kami sangat berterima kasih tentang itu, dan kami sangat menghargai upaya yang dilakukan oleh orang Amerika yang mendukung Hong Kong, yang tidak memilih untuk berpihak pada Beijing," katanya yang mendesak negara-negara lain untuk mengeluarkan UU yang sama.
Protes anti-pemerintah telah mengguncang bekas koloni Inggris selama enam bulan terakhir, kadang-kadang memaksa bisnis, kantor pemerintah, sekolah, dan bahkan bandara tutup.
Tapi, Hong Kong telah menikmati jeda dalam kekerasan selama sepekan terakhir, pasca pemilihan dewan distrik pada Minggu (24/11) memberikan kemenangan besar bagi kandidat pro-demokrasi.
Baca Juga: Makin panas, China panggil duta besar AS usai Trump teken UU Hong Kong
Aktivis terkemuka Joshua Wong dan Denise Ho, yang berpidato di rapat umum Kamis malam, mengucapkan terima kasih kepada pemrotes garis depan atas pengesahan RUU tersebut oleh AS.
Kerumunan massa pun menyanyikan lagu protes "Glory to Hong Kong" sambil melambaikan ponsel mereka yang mengeluarkan cahaya.
Beberapa ratus orang juga berkumpul di luar kampus Polytechnic University (Poly U), yang diserbu polisi setelah pengepungan selama hampir dua minggu.
Baca Juga: China mengancam akan ambil tindakan tegas pasca Trump teken UU dukungan Hong Kong
"Situasi di Poly U masih menjadi bencana," ujar Ng, 30 tahun, yang mengenakan pakaian hitam dan masker bedah. "Kami ingin menunjukkan, bahwa kami tidak akan pernah melupakan insiden Poly U," tegasnya.
Universitas menjadi medan pertempuran pada pertengahan November ini, ketika para pemrotes membarikade diri mereka dan bentrok dengan polisi anti huru hara dalam guyuran "hujan" bom molotov, meriam air, dan gas air mata.
Tidak jelas, apakah ada pengunjuk rasa yang masih tetap bertahan di kampus Poly U. Sebab, sekitar 100 polisi berpakaian preman bergerak masuk pada Kamis pagi untuk mengumpulkan bukti dan mengeluarkan barang-barang berbahaya seperti bom molotov.
Baca Juga: Global Times: Para perancang UU Hong Kong dilarang masuk ke China
Polisi mengklaim, mereka menemukan lebih dari 3.000 bom molotov dan ratusan botol cairan korosif. "Operasi akan selesai hari ini," kata Asisten Komisaris Polisi Chow Yat-ming seperti dilansir Reuters.