Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - LONDON. UNICEF hari ini, Senin (23/11), mengumumkan bahwa mereka akan mengirimkan hampir 2 miliar dosis vaksin COVID-19 ke negara-negara berkembang tahun depan.
Reuters mengabarkan bahwa UNICEF sedang bekerja dengan lebih dari 350 maskapai penerbangan dan perusahaan pengiriman untuk mengirimkan vaksin dan 1 miliar jarum suntik ke negara-negara miskin seperti Burundi, Afghanistan dan Yaman sebagai bagian dari COVAX.
"Kolaborasi yang tak ternilai ini akan berjalan jauh untuk memastikan bahwa kapasitas transportasi yang cukup tersedia untuk operasi bersejarah dan raksasa ini," ungkap Etleva Kadilli, direktur Divisi Pasokan UNICEF.
Baca Juga: AS berharap dapat memulai vaksinasi Covid-19 pertengahan bulan Desember 2020
Inisiasi COVAX yang dipimpin oleh GAVI, WHO dan Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI), bertujuan untuk mencegah adanya pemerintah negara kaya yang berusaha menimbun vaksin COVID-19.
Melalui COVAX, diharapkan semua negara yang bergabung juga bisa segera mendapatkan vaksin secara cepat dan adil, terutama untuk negara-negara yang paling berisiko.
Pada KTT G20 akhir pekan lalu, para pemimpin 20 ekonomi terbesar dunia berjanji untuk memastikan distribusi yang adil dari vaksin, obat-obatan dan tes COVID-19 sehingga negara-negara miskin tidak tersisih.
Baca Juga: Belum terbukti efektif, WHO tak sarankan obat virus corona buatan Gilead
COVAX juga muncul salah satunya karena WHO menilai masih banyak pihak yang sulit mendapatkan akses menuju vaksin untuk bayi.
"Kita membutuhkan semua tangan saat kita bersiap untuk mengirimkan dosis vaksin COVID-19, jarum suntik dan lebih banyak peralatan pelindung pribadi untuk melindungi pekerja garis depan di seluruh dunia," ungkap Kadilli.
Saat ini UNICEF semakin dekat dengan COVAX karena menjadi pembeli vaksin tunggal terbesar di dunia. Dilaporkan bahwa UNICEF akan memperoleh lebih dari 2 miliar dosis vaksin setiap tahun untuk imunisasi rutin dan tanggapan wabah atas nama hampir 100 negara.
Walaupun vaksin belum benar-benar ditemukan, harapan sudah muncul dari penelitian yang dilakukan oleh Pfizer dan BioNTech, setelah hasil uji coba terakhir menunjukkan tingkat keberhasilan 95 persen%
Dari pihak lain, Moderna minggu lalu merilis data awal untuk vaksinnya yang menunjukkan efektivitas 94,5%.