Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Upacara penghormatan untuk Jimmy Carter dimulai pada Sabtu (4/1) di Georgia.
Peti jenazah presiden ke-39 Amerika Serikat itu, yang diselimuti bendera, menempuh perjalanan panjang dari desa kecil di Georgia Selatan pada era Depresi menuju puncak panggung politik dunia.
Carter, yang dikenal sebagai seorang humanis global, meninggal pada 29 Desember di usia 100 tahun.
Upacara pemakaman kenegaraan berlangsung selama enam hari, memadukan penghormatan personal dan kemegahan seremonial.
Baca Juga: Mantan Presiden AS yang Paling Lama Hidup Jimmy Carter Berusia 100 tahun
“Dia pria yang luar biasa, bersama istrinya Rosalynn, mereka mengubah dunia,” ujar James Earl “Chip” Carter III, putra Jimmy Carter, di Carter Center seperti dikutip dari CNBC.com, Minggu (5/1/2025).
Jason Carter, cucu Carter sekaligus Ketua Dewan Carter Center, menambahkan, “Sungguh luar biasa apa yang bisa dicapai dalam seratus tahun.”
Peti jenazah Carter diiringi keluarga, mulai dari Plains, kota kelahirannya yang kecil, hingga Atlanta. Di Plains, prosesi berhenti di pertanian tempat Carter muda bekerja bersama petani penggarap kulit hitam.
Iring-iringan berlanjut ke Georgia Capitol di Atlanta, di mana Carter pernah menjabat sebagai senator negara bagian dan gubernur reformis, sebelum tiba di Carter Presidential Center, pusat advokasi kesehatan masyarakat, demokrasi, dan hak asasi manusia.
Baca Juga: Mantan Presiden AS Jimmy Carter Meninggal Dunia di Usia 100 Tahun
“Semangatnya ada di sini,” kata Jason Carter kepada lebih dari 3.000 karyawan Carter Center. Ia menegaskan bahwa mereka melanjutkan warisan hidup sang mantan presiden.
Upacara dibuka dengan penghormatan dari Dinas Rahasia yang telah melayani keluarga Carter selama hampir lima dekade, serta pasukan kehormatan militer. Lagu kebangsaan “Hail to the Chief” dan himne “Be Thou My Vision” dimainkan untuk mengenang Carter sebagai panglima tertinggi sekaligus seorang Baptis yang taat.
Pendeta pribadi Carter, Tony Lowden, mengenang sosok pria yang selama 22 bulan terakhir hidupnya berada dalam perawatan rumah sakit.
“Dia terbungkus selimut bertuliskan Mazmur 23,” ujarnya. Chip Carter berbagi kenangan pribadi tentang ayahnya, termasuk momen saat Jimmy Carter mengajarinya bahasa Latin demi membantu putranya lulus ujian.
Baca Juga: Mengenal Jimmy Carter, Mantan Presiden AS yang Berusia 100 Tahun
Carter disemayamkan di Carter Presidential Center hingga Selasa (7/1) pagi. Upacara nasional akan berlanjut di Washington, termasuk pemakaman kenegaraan di Katedral Nasional pada Kamis (9/1), sebelum kembali ke Plains untuk dimakamkan di samping istrinya, Rosalynn, di dekat rumah yang mereka bangun pada 1962.
Sepanjang perjalanan di Plains, warga memberikan penghormatan terakhir. Beberapa memegang bunga, mengenakan pin bergambar senyum khas Carter, dan berdiri di sepanjang jalan utama.
Willie Browner, seorang warga berusia 75 tahun, menyebut Carter sebagai pemimpin yang peduli pada orang lain, “Dia memikirkan lebih dari dirinya sendiri.”
Carter merencanakan pemakamannya untuk menekankan bahwa keberhasilannya tidak terlepas dari akar pedesaannya.
Baca Juga: Jimmy Carter, Former US President and Nobel Peace Prize Recipient, Dead at 100
Sepanjang prosesi, rute melewati tempat bersejarah seperti rumah kecil tempat ia dilahirkan, gudang kacang keluarga, dan depo kereta yang menjadi markas kampanye presidennya pada 1976.
Di ladang pertanian tempat ia bekerja semasa kecil, lonceng tua dibunyikan 39 kali sebagai penghormatan atas posisinya sebagai presiden AS ke-39. Kehidupan Carter di masa kecil, di tengah kemiskinan dan segregasi rasial, membentuk kebijakan dan pekerjaan hak asasi manusianya di masa depan.
Calvin Smyre, seorang legislator kulit hitam, memuji pengaruh Carter dalam melawan segregasi di Georgia.
“Kami berdiri di atas bahu orang-orang pemberani seperti Jimmy Carter,” katanya. “Apa yang ia lakukan mengguncang landasan politik di negara bagian ini, dan kami hidup lebih baik karenanya.”