Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
KONTAN.CO.ID -TOKYO. Upah riil pekerja Jepang turun pada bulan Februari selama 23 bulan berturut-turut. Data yang dirilis Kementerian Tenaga Kerja Jepang pada Senin (8/4), menunjukkan, harga-harga barang dan jasa yang lebih tinggi terus menekan selera belanja konsumen di negeri Sakura tersebut.
Tren upah merupakan salah satu data penting yang dipantau oleh Bank of Japan (BOJ) atau bank sentral Jepang terkait prospek gaji dan laju inflasi di negara ini.
Baca Juga: Jepang Memberi Subsidi Pabrikan Cip Lokal
Dua indikator tersebut merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan oleh bank sentral dalam memutuskan apakah akan mengurangi kebijakan stimulusnya lebih lanjut.
Data Kementerian Tenaga Kerja Jepang mencatat, upah riil yang disesuaikan dengan inflasi, turun 1,3% pada bulan Februari 2024 dibandingkan periode yang sama tahun 2023. Ini merupakan penurunan selama 23 bulan berturut-turut. Realisasi ini juga melanjutkan penurunan sebesar 1,1% pada bulan Januari.
Bonus turun
Tingkat inflasi konsumen yang digunakan pemerintah Jepang untuk menghitung upah riil, yang mencakup harga pangan segar tetapi tidak termasuk sewa atau sejenisnya, tumbuh 3,3% secara bulanan, meningkat dari 2,5% di bulan Januari 2024. Nominal gaji tumbuh 1,8% pada pada Februari tahun ini, kenaikan tercepat sejak Juni 2023.
Gaji reguler atau gaji pokok pada Februari 2024 tumbuh 2,2% dari periode serupa tahun 2023. Kenaikan gaji ini lebih cepat dari angka yang direvisi pada bulan sebelumnya. Namun, pembayaran khusus, termasuk bonus, turun 5,5% secara tahunan setelah mengalami kenaikan 12,4% pada bulan Januari 2024.
Baca Juga: Inflasi Tokyo Melambat pada Maret, Mengaburkan Prospek Kenaikan Suku Bunga
Pekan lalu, kelompok serikat pekerja terbesar di Jepang, Rengo, melakukan survei kenaikan upah di perusahaan-perusahaan domestik. Dari hasil survei tersebut, mayoritas perusahaan setuju untuk menaikkan upah sebesar 5,24% pada tahun ini, kenaikan terbesar dalam 33 tahun.
Pemerintah Jepang akan terus mengawasai perkembangan upah yang dilakukan perusahaan-perusahaan di dalam negerinya. "Kami akan memantau bagaimana pertumbuhan nominal upah akan berkembang, sementara kenaikan harga membebani upah riil," kata seorang pejabat kementerian, seperti dikutip dari Reuters, Senin (8/4).