kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.498.000   7.000   0,47%
  • USD/IDR 15.869   -34,00   -0,21%
  • IDX 7.180   -15,38   -0,21%
  • KOMPAS100 1.103   -3,42   -0,31%
  • LQ45 875   -1,81   -0,21%
  • ISSI 219   -0,87   -0,40%
  • IDX30 447   -1,42   -0,32%
  • IDXHIDIV20 538   -2,95   -0,54%
  • IDX80 127   -0,35   -0,27%
  • IDXV30 135   -0,21   -0,15%
  • IDXQ30 149   -0,54   -0,36%

Krisis Kependudukan Angka Kelahiran di Jepang Turun, Perceraian Kian Marak


Sabtu, 02 Maret 2024 / 19:30 WIB
Krisis Kependudukan Angka Kelahiran di Jepang Turun, Perceraian Kian Marak
ILUSTRASI. A Japanese flag flutters atop the Bank of Japan building in Tokyo, Japan, September 21, 2016. REUTERS/Toru Hanai TPX IMAGES OF THE DAY


Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - Jepang terus mengalami krisis demografi setelah angka kelahiran di negaranya kembali menunjukkan penurunan pada tahun 2023.

Data yang dirilis Kementerian Kesehatan Jepang pada hari Selasa (27/2) menunjukkan, angka kelahiran bayi di tahun 2023 turun 5,1% dari tahun sebelumnya menjadi 758.631.

Jumlah penduduk, termasuk penduduk asing, turun sebanyak 831.872 jiwa, dengan jumlah kematian melebihi jumlah kelahiran.

Baca Juga: PM Jepang dan Mark Zuckerberg Diskusikan Risiko Penggunaan AI Generatif

Melansir Kyodo, penurunan ini terjadi lebih cepat dari perkiraan Institut Penelitian Kependudukan dan Jaminan Sosial Nasional Jepang, yang memperkirakan angka kelahiran akan turun hingga di bawah 760.000 pada tahun 2035.

Di periode yang sama, jumlah kematian juga mencapai rekor, yaitu 1.590.503. Pengurangan populasi ini diperburuk dengan turunnya jumlah pernikahan ke level terendah sejak akhir Perang Dunia II, yaitu 489.281 pernikahan.

Ironisnya, angka perceraian justru meningkat menjadi 187.798 atau naik 4.695 dari tahun sebelumnya.

Baca Juga: Dua Tahun Berturut, Jumlah Penduduk China Menyusut

Masyarakat Jepang Enggan Menikah

Turunnya angka kelahiran di Jepang tak lepas dari keengganan masyarakat Jepang untuk menikah dengan berbagai alasan, termasuk tingginya biaya hidup.

Pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida mengatakan, periode menjelang tahun 2030 sebagai kesempatan terakhir mengubah tren tersebut.

Kanako Amano, peneliti senior di NLI Research Institute, mengatakan bahwa pemerintah harus melakukan reformasi ketenagakerjaan, seperti peningkatan upah di daerah pedesaan dan menghilangkan kesenjangan gender.

Pemerintah Jepang kini telah berencana untuk mengajukan undang-undang terkait, termasuk rancangan undang-undang tentang peningkatan tunjangan anak untuk memerangi penurunan angka kelahiran.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective [Intensive Boothcamp] Financial Statement Analysis

[X]
×