Sumber: BBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - NEW DELHI. Perdana Menteri India Narendra Modi bereaksi dengan menentang aksi protes terhadap undang-undang kewarganegaraan baru.
Undang-undang ini menawarkan kewarganegaraan kepada non-Muslim dari tiga negara terdekat.
Terkait hal itu, Pemerintah India menegaskan akan melindungi setiap orang dari penganiayaan. Akan tetapi, para kritikus mengatakan hal itu adalah bagian dari agenda "nasionalis Hindu" untuk memarginalkan Muslim India.
Modi mengatakan hukum "tidak akan berdampak pada warga India termasuk Hindu, Muslim, Sikh, Jain, Kristen dan Budha".
Baca Juga: Mantan Presiden Pakistan Pervez Musharraf dijatuhi hukuman mati
Dia juga mengatakan kepada para pendukungnya pada rapat umum hari Selasa (17/12) bahwa pihak oposisi menyebarkan kebohongan dan desas-desus untuk memicu kekerasan dan menggunakan kekuatan penuhnya untuk menciptakan suasana yang penuh ilusi dan kepalsuan.
Menteri Dalam Negeri Amit Shah menggemakan sentimen kepada media yang mengatakan "baik pemerintah dan saya dengan teguh seperti batu menyatakan kami tidak akan mengalah atau tunduk pada aksi protes mengenai kewarganegaraan".
Siapa yang melakukan aksi protes dan mengapa?
Aksi demonstrasi menyebar di kota-kota seluruh India.
Baca Juga: RUU anti-Muslim di India bikin gempar
Para pengunjuk rasa mengatakan hukum itu eksklusif dan melanggar prinsip-prinsip sekuler yang diabadikan dalam konstitusi. Mereka mengatakan iman seseorang seharusnya tidak dijadikan syarat kewarganegaraan.
Sementara yang lain -terutama mereka yang tinggal di perbatasan- merasa takut "dikuasai" oleh pendatang baru dari Afghanistan, Bangladesh dan Pakistan.
Banyak demonstrasi yang dilakukan mahasiswa kurang fokus pada hukum itu sendiri, melainkan lebih pada dugaan kebrutalan polisi terhadap pengunjuk rasa.
Ibukota Delhi telah menyaksikan protes massal selama beberapa hari terakhir setelah protes mahasiswa yang dilakukan pada hari Minggu berubah menjadi aksi dengan kekerasan dan menyebabkan puluhan orang terluka.
Baca Juga: Gerhana matahari cincin 26 Desember, ini kota-kota untuk menyaksikannya
Seberapa keras aksi protes?
Pada hari Selasa, sejumlah foto dari daerah Seelampur, yang memiliki populasi Muslim terbanyak, menunjukkan kerumunan warga melakukan pelemparan batu terhadap petugas polisi yang menghadang. Polisi membalas aksi mereka dengan menembakkan gas air mata dan pentungan.
Sementara itu, Mahkamah Agung menolak untuk mendengar petisi terhadap tindakan polisi di dalam Universitas Jamia Millia Islamia di Delhi, di mana pada hari Minggu mereka diduga menyerang siswa di dalam lingkungan kampus.
Baca Juga: Tambah Gabon, 70 negara melarang seks sesama jenis
Seorang pria yang terluka dalam protes pada hari itu mengatakan kepada BBC bahwa dia melihat polisi menembaknya dengan pistol atau revolver.
Pihak berwenang membantah polisi menggunakan amunisi dan mengatakan kemungkinan luka terjadi akibat dari pecahan tabung gas air mata.
Awal pekan ini, Modi telah berusaha untuk meredakan ketegangan dalam serangkaian tweet yang mengatakan "ini adalah waktu untuk mempertahankan perdamaian, persatuan dan persaudaraan".
Sebenarnya, apa isi UU kewarganegaraan baru itu?
Undang-undang ini menawarkan amnesti kepada imigran ilegal non-Muslim dari tiga negara tetangga Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan.
Hal ini mengubah undang-undang kewarganegaraan India yang berusia 64 tahun, yang saat ini melarang migran ilegal menjadi warga negara India.
UU itu juga mempercepat jalan menuju kewarganegaraan India untuk anggota dari enam komunitas minoritas agama - Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsi dan Kristen - jika mereka dapat membuktikan bahwa mereka berasal dari Pakistan, Afghanistan atau Bangladesh.
Baca Juga: Sistem perlindungan sosial usulan Bank Dunia butuh anggaran hingga 2,3% PDB Indonesia
Syaratnya, mereka harus tinggal atau bekerja di India selama enam tahun -bukannya 11 tahun- sebelum memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan kewarganegaraan.
Pemerintah India, yang dipimpin oleh Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP), mengatakan UU ini akan memberi perlindungan kepada mereka yang melarikan diri dari penganiayaan agama.
Namun para kritikus mengatakan bahwa agenda sebenarnya adalah meminggirkan 200 juta minoritas Muslim India yang kuat.