Sumber: AFP | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
CARACAS. Ancaman Venezuela untuk keluar dari keanggotan Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) benar-benar dibuktikan. Pada hari ini, Venezuela mengumumkan hengkang dari organisasi tersebut akibat tekanan dari negara-negara OAS terkait penanganan pemerintah atas krisis politik yang memakan korban jiwa.
Pengumuman yang dilakukan pada Rabu (26/4) malam itu memicu ketegangan internasional atas Venezuela. Apalagi, di sepanjang bulan ini, sudah 29 orang dinyatakan tewas akibat aksi unjuk rasa menentang pemerintahan sosialis pimpinan Nicolas Maduro.
Diinisiasi oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa, OAS mengutarakan keprihatinannya mengenai chaos politik sekaligus ekonomi di negara pengekspor minyak tersebut.
Akibat tekanan yang ada, Menteri Luar Negeri Venezuela Delcy Rodriguez pada Rabu malam mengatakan pemerintah akan meluncurkan proses dua tahun penarikan diri dari OAS yang berbasis di Washington.
"Kami akan mengirimkan surat keluhan kepada OAS dan kami akan memulai proses yang akan memakan waktu 24 bulan," jelas Rodriguez.
Dia menyebut OAS sebegai koalisi yang suka ikut campur, yang dikepalai oleh Washington.
Tak hanya itu, Maduro juga menuliskan tweet yang berbunyi:
"Saya menyerukan persatuan antara masyarakat sipil dan militer dalam pertarungan ini untuk kemerdekaan dan perdamaian bagi negara kita."
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal OAS Luis Almagro menyebut Maduro sebagai seorang diktator.
Informasi terkini, dalam kericuhan yang terjadi dalam sebulan terakhir, lebih dari 400 orang mengalami luka-luka. Sedangkan hampir 1.300 orang ditahan. Jumlah itu sudah termasuk 14 jurnalis yang ditahan saat menulis berita mengenai aksi unjuk rasa.