Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Ribuan mahasiswa asal China kini menghadapi ketidakpastian besar setelah Pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali mengetatkan pemberian visa pelajar dalam upaya menekan potensi pencurian kekayaan intelektual dan eksploitasi sistem pendidikan tinggi AS oleh Beijing.
Langkah keras terbaru ini diumumkan pada Rabu (29/5), di mana Departemen Luar Negeri AS menyatakan akan secara agresif mencabut visa pelajar dan peneliti China yang dianggap berisiko.
Baca Juga: Trump Putus Seluruh Kontrak Federal dengan Harvard, Nilainya Capai US$ 100 Juta
Namun, belum ada rincian berapa jumlah visa yang akan terdampak.
"Kami tidak akan mentolerir eksploitasi terhadap universitas-universitas Amerika," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, Kamis lalu.
Mahasiswa China Jadi Korban Ketegangan Dua Negara
Kebijakan ini memicu kekhawatiran besar di kalangan mahasiswa seperti Lainey (24 tahun), mahasiswi pascasarjana sosiologi asal Beijing, yang tengah mengurus visa untuk kuliah PhD di University of California.
“Kami merasa tidak berdaya. Sistem visa tahun ini benar-benar tidak berpihak pada kami,” ujarnya kepada Reuters.
Lainey kini mempertimbangkan untuk menunda kuliah atau mencari alternatif ke Eropa, Hong Kong, atau Singapura.
Baca Juga: Pikat Mahasiswa Asing yang Kuliah di AS, Universitas Ini Janji Beri Perlindungan
China adalah penyumbang terbesar pelajar asing di AS, sekitar 277.000 orang atau seperempat dari seluruh mahasiswa internasional.
Mereka juga mendominasi di bidang STEM (science, technology, engineering, and mathematics), dengan kontribusi sekitar 16% mahasiswa pascasarjana.
Potensi Dampak Ekonomi dan Brain Drain
Pembatasan ini berisiko menimbulkan dampak ekonomi signifikan. Pelajar internasional, lebih dari separuhnya berasal dari India dan China menyumbang lebih dari US$50 miliar ke perekonomian AS pada 2023, menurut data Departemen Perdagangan AS.
Tak hanya itu, kebijakan ini juga dapat menurunkan daya tarik universitas AS di mata pelajar global dan memicu brain drain ke negara-negara pesaing seperti Inggris, Kanada, atau Australia.
Baca Juga: Mahasiswa Asing di Harvard University Kini Terancam, Gara-Gara Kebijakan Baru Trump
“Kalau saya harus tunggu sampai 2026 untuk reapply, perasaan saya terhadap Amerika bisa berubah total,” kata Lainey.
“Kalau tak bisa dapat visa, saya tak punya pilihan lain selain pindah negara.”
Tuduhan Diskriminatif, China Bereaksi Keras
Langkah AS ini dikecam oleh media pemerintah China. Editorial di Global Times menyebut kebijakan visa tersebut sebagai bentuk “perburuan penyihir di dunia pendidikan” dan membandingkannya dengan era McCarthyisme.
“Penindasan terhadap mahasiswa China kini menjadi bagian penting dari strategi AS untuk menahan kebangkitan China,” tulis harian milik Partai Komunis itu.
Kebijakan ini juga dikhawatirkan dapat memicu ketegangan lanjutan, hanya berselang dua pekan setelah AS dan China mencapai semacam gencatan dalam sengketa dagang di Jenewa.