Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Pada Kamis (2/11/2023), Presiden Rusia Vladimir Putin mengejutkan banyak pihak dengan menandatangani undang-undang yang menarik ratifikasi Rusia terhadap perjanjian global yang melarang uji coba senjata nuklir.
Ini menjadi langkah yang dikutuk oleh organisasi yang mendorong kepatuhan terhadap perjanjian pengendalian senjata yang penting tersebut.
Melansir Reuters, langkah Putin tersebut, meskipun diperkirakan terjadi, merupakan bukti dari ketegangan yang mendalam antara Amerika Serikat dan Rusia.
Saat ini, hubungan kedua negara berada pada titik terendah sejak krisis rudal Kuba pada tahun 1962.
Terkait hal itu, Washington menyatakan keprihatinan mendalam atas keputusan Rusia dengan mengatakan langkah tersebut merupakan langkah ke arah yang salah.
“Tindakan Rusia hanya akan menurunkan kepercayaan terhadap rezim pengendalian senjata internasional,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga: Aset Disita Pemerintah Putin, Carslberg Hengkang Dari Rusia
Moskow mengatakan deratifikasi Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif (CTBT) hanya dirancang untuk membawa Rusia sejalan dengan Amerika Serikat, yang menandatangani perjanjian tersebut tetapi tidak pernah meratifikasinya.
"Rusia tidak akan melanjutkan uji coba nuklir kecuali Washington melakukannya," kata seorang diplomat Rusia.
Mereka juga mengatakan bahwa langkah tersebut tidak akan mengubah postur nuklir Rusia, yang memiliki persenjataan nuklir terbesar di dunia, atau cara Rusia berbagi informasi mengenai aktivitas nuklirnya karena Moskow akan tetap menjadi salah satu penandatangan perjanjian tersebut.
Persetujuan Putin terhadap undang-undang deratifikasi tersebut dimuat di situs web pemerintah yang menyatakan bahwa keputusan tersebut akan segera berlaku. Parlemen Rusia telah menyetujui langkah tersebut.
Baca Juga: Menhan AS: Tanpa Dukungan Amerika, Putin Akan Berhasil di Ukraina
Namun beberapa pakar pengendalian senjata Barat khawatir bahwa Rusia mungkin akan melakukan uji coba nuklir untuk mengintimidasi dan menimbulkan ketakutan di tengah perang Ukraina.
Putin mengatakan pada tanggal 5 Oktober bahwa dia belum siap untuk mengatakan apakah Rusia harus melanjutkan uji coba nuklir atau tidak setelah seruan dari beberapa pakar keamanan dan anggota parlemen Rusia untuk menguji bom nuklir sebagai peringatan kepada Barat.
Langkah seperti itu, jika benar-benar terjadi, dapat membuka era baru uji coba nuklir berkekuatan besar.
Robert Floyd, ketua Organisasi Pelarangan Uji Coba Nuklir Komprehensif, mengutuk langkah Rusia.
“Keputusan Federasi Rusia hari ini untuk mencabut ratifikasi Perjanjian Pelarangan Uji Coba Nuklir Komprehensif sangat mengecewakan dan sangat disesalkan,” jelas Floyd.
Floyd mengaku telah mencoba melobi pejabat senior Rusia agar mereka berubah pikiran.
Perjanjian tersebut membentuk jaringan pos pengamatan global yang dapat mendeteksi suara, gelombang kejut, atau dampak radioaktif dari ledakan nuklir.
Rusia pasca-Soviet belum melakukan uji coba nuklir. Uni Soviet terakhir melakukan uji coba pada tahun 1990 dan Amerika Serikat pada tahun 1992. Tidak ada negara kecuali Korea Utara yang melakukan uji coba yang melibatkan ledakan nuklir pada abad ini.
Baca Juga: Salahkan Barat atas Krisis Gaza, Vladimir Putin: AS Butuh Kekacauan Global
Andrey Baklitskiy, peneliti senior di Institut Penelitian Perlucutan Senjata PBB, mengatakan deratifikasi CTBT yang dilakukan Rusia adalah bagian dari “lereng licin” untuk melanjutkan pengujian.
Hal ini merupakan bagian dari tren yang meresahkan dalam beberapa tahun terakhir dimana pakta pengendalian senjata dibatalkan atau ditangguhkan, katanya bulan lalu di X.
“Kami tidak tahu langkah apa yang akan diambil dan kapan, tapi kami tahu di mana jalan ini berakhir. Dan kami tidak ingin pergi ke sana,” ujarnya.