kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Waspada, Perang Sipil di Myanmar Bisa Meletus Kapan Saja


Rabu, 05 Januari 2022 / 14:23 WIB
Waspada, Perang Sipil di Myanmar Bisa Meletus Kapan Saja
ILUSTRASI. Tentara Myanmar berjalan di sepanjang jalan selama protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 28 Februari 2021. REUTERS/Stringer/File Photo


Sumber: Channel News Asia | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Myanmar kini telah memiliki semua syarat untuk melahirkan perang sipil, kata Perdana Menteri Kamboja Hun Sen jelang kunjungannya ke negara tersebut. Kamboja yang kini menjadi ketua ASEAN mengingatkan agar krisis politik tetangganya itu segera diselesaikan.

"Krisis politik dan keamanan di Myanmar semakin dalam, dan telah menyebabkan krisis ekonomi, kesehatan dan kemanusiaan. Kami merasa bahwa semua bahan untuk perang saudara sekarang ada di atas meja," kata Hun Sen, seperti dikutip Channel News Asia.

Hun Sen dijadwalkan berkunjung ke Myanmar pada hari Jumat (7/1) mendatang. Namun, kunjungannya ini membuat khawatir Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn karena dianggap terlalu berbahaya.

Baca Juga: Dewan Keamanan PBB Mengutuk Aksi Kekerasan Militer Myanmar yang Tewaskan 35 Orang

Prak Sokhonn juga menyangkal kritik yang menyebut bahwa kunjungan Hun Sen akan melegitimasi junta. Sebaliknya, ia menegaskan bahwa fokus Kamboja, dan ASEAN, saat ini adalah memperbaiki situasi di Myanmar.

"Krisis Myanmar memiliki implikasi buruk bagi stabilitas regional, citra, kredibilitas, dan persatuan ASEAN," kata Sokhonn.

Berbicara di kuliah umum yang diselenggarakan oleh think-tank yang berbasis di Singapura, ISEAS-Yusof Ishak Institute, hari Senin (3/1), Hun Sen turut menyoroti hadirnya dua kekuatan besar di Myanmar yang kini terus terlibat dalam bentrokan. Mereka adalah pemerintah militer dan kelompok anti-kudeta.

"Saat ini ada dua pemerintahan. Ada angkatan bersenjata dan orang-orang yang melakukan pembangkangan sipil. Ada perang gerilya di seluruh negeri," ungkap Hun Sen.

Baca Juga: Human Rights Watch Desak Jepang Setop Pertukaran Militer dengan Myanmar

Upaya ASEAN saat ini masih tetap fokus pada penerapan "konsensus lima poin" yang disepakati oleh para pemimpin tahun lalu. Kunjungan Hun Sen Jumat nanti bertujuan untuk membuka jalan sekaligus mengawasi sejauh mana kemajuan yang sudah dibuat oleh Myanmar.

"Kami akan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk dialog inklusif dan kepercayaan politik di antara semua pihak terkait," kata Hun Sen.

Kunjungan utusan khusus ASEAN ke Myanmar telah ditunda setelah junta tidak memberikan izin untuk bertemu dengan pemimpin sipil yang terguling, Aung San Suu Kyi.

Sebagai tanggapan, ASEAN akhirnya mencoret nama Myanmar dari pertemuan tingkat tinggi bulan Oktober lalu. Sejak kudeta terjadi Februari tahun lalu, junta Myanmar hanya menunjukkan sedikit tanda kemajuan dari penerapan konsensus.

Menurut kelompok aktivis lokal, rangkaian protes dan bentrokan antara masyarakat anti-kudeta dengan aparat keamanan telah menewaskan lebih dari 1.400 orang sejak awal tahun lalu. Jumlahnya diperkirakan masih akan terus bertambah mengingat protes masih terus terjadi di banyak wilayah.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×