Sumber: South China Morning Post | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
“Tidak dapat dikesampingkan bahwa AS akan menggunakan semua metode yang mungkin untuk menahan perkembangan China, termasuk menjatuhkan sanksi keuangan pada perusahaan China dengan menyalahgunakan yurisdiksi 'lengan panjang' (untuk memberlakukan hukum AS di luar perbatasan Amerika), merebut kepemilikan China atas surat utang AS, memaksa negara lain untuk memberlakukan embargo teknologi di China, serta mengecualikan China dari sistem pembayaran dolar,” demikian bunyi laporan tersebut seperti yang dikutip South China Morning Post.
Namun, laporan tersebut juga menuliskan, faktor-faktor tersebut tidak dapat menghentikan kenaikan ekonomi China. Para peneliti memperkirakan, pangsa pasar ekonomi global China bakal naik menjadi 18,1% pada 2025 dari 16,2% pada 2019. Sebaliknya, pangsa pasar global AS akan turun menjadi 21,9% dari 24,1% pada periode yang sama.
Laporan DRC juga menuliskan, tingkat pertumbuhan rata-rata produk domestik bruto (PDB) tahunan China diperkirakan akan melambat ke kisaran 5 hingga 5,5% dalam lima tahun ke depan, dari tingkat 6,1% pada 2019, namun PDB per kapita China dapat meningkat menjadi US$ 14.000 pada tahun 2024. Kondisi itu akan mendorong negara tersebut keluar dari "jebakan masyarakat berpenghasilan menengah" ke dalam kategori "masyarakat berpenghasilan tinggi".
Akibatnya, DRC memperkirakan, ukuran ekonomi China akan melebihi Uni Eropa pada 2027 dan melampaui AS pada 2032.