Sumber: Reuters | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - BRUSSELS. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengatakan, tarif impor cenderung lebih memukul rumah tangga berpendapatan rendah. Laporan WTO mengatakan bahwa secara keseluruhan, rumah tangga berpenghasilan rendah biasanya menghadapi beban yang lebih besar dari tarif yang lebih tinggi.
Mengutip Reuters, dalam sebuah laporan yang dirilis Senin (9/9), Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala mengatakan Laporan Perdagangan Dunia 2024 menegaskan kembali peran perdagangan dalam mengurangi kemiskinan dan berbagi kemakmuran, bertentangan dengan anggapan yang sedang populer saat ini bahwa perdagangan menciptakan dunia yang lebih tidak setara.
Menurut laporan WTO, secara global, kebijakan perdagangan yang restriktif sering kali berdampak tidak proporsional pada rumah tangga berpendapatan rendah, perempuan, dan perusahaan-perusahaan kecil yang mungkin berjuang dengan meningkatnya biaya tetap perdagangan.
Baca Juga: Pelemahan Daya Beli akan Memengaruhi Aspek Sosial dan Ekonomi
Amerika Serikat siap menaikkan tarif pada berbagai impor dari China, termasuk empat kali lipat tarif untuk kendaraan listrik, sementara Kanada telah menyamai tarif kendaraan listrik AS dan Uni Eropa telah memperkenalkan bea masuk kendaraan listriknya sendiri.
China telah menanggapi dengan melakukan investigasi terhadap impor produk susu, daging babi, dan brendi Uni Eropa serta kanola dari Kanada.
Calon presiden AS Donald Trump telah mengusulkan tarif 10% untuk semua impor dan tarif yang lebih tinggi untuk impor dari China.
Di Amerika Serikat, barang-barang konsumen dari China yang sekarang dibebaskan dari tarif impor sebagian besar dikirim ke wilayah berpenghasilan rendah, yang menguntungkan rumah tangga yang lebih miskin.
Rumah tangga yang lebih kaya mengonsumsi lebih banyak impor dari negara-negara berpendapatan tinggi, menurut laporan WTO.
Baca Juga: India Bersiap Naikkan Tarif Impor Baja menjadi 10%-12%
Kebijakan proteksionis mungkin gagal, kata laporan itu, karena kebijakan tersebut sering kali menyebabkan harga domestik yang lebih tinggi yang mengurangi konsumsi.
Kebijakan tersebut juga dapat menyebabkan pembalasan yang merugikan oleh mitra dagang.
Tarif kemudian terbukti sulit dihapuskan secara politis bahkan ketika tidak ada perlindungan untuk suatu sektor yang dibutuhkan, sehingga harga menjadi lebih tinggi.
Laporan WTO menyimpulkan bahwa proteksionisme bukanlah jalan yang efektif menuju inklusivitas, tetapi cara yang mahal untuk melindungi pekerjaan tertentu yang dapat meningkatkan biaya untuk sektor lain dan berisiko mendapat pembalasan dari mitra yang tidak puas.