CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.364.000   21.000   0,90%
  • USD/IDR 16.757   28,00   0,17%
  • IDX 8.420   13,34   0,16%
  • KOMPAS100 1.164   -0,44   -0,04%
  • LQ45 848   -0,95   -0,11%
  • ISSI 294   0,44   0,15%
  • IDX30 442   -0,63   -0,14%
  • IDXHIDIV20 514   -0,01   0,00%
  • IDX80 131   0,01   0,01%
  • IDXV30 135   -0,15   -0,11%
  • IDXQ30 142   -0,01   -0,01%

Yogyakarta–Melbourne Terhubung: IndoTekno Hidupkan Denyut Seni Pasca Pandemi


Kamis, 20 November 2025 / 20:23 WIB
Yogyakarta–Melbourne Terhubung: IndoTekno Hidupkan Denyut Seni Pasca Pandemi
ILUSTRASI. Martine Letts Group CEO Asialink, Kamis (20/11) di Kantornya di Sidney Myer Asia Center, University of Melbourne, Australia, menyampaikan berbagai upaya yang dilakukan oleh lembaganya untuk lebih mendekatkan hubungan antara Australia dengan Indonesia dan negara-negara lain di Asia Tenggara. FOTO: KONTAN/Syamsul Ashar


Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar

KONTAN.CO.ID - MELBOURNE — Setelah lebih dari tiga tahun aktivitas seni di Yogyakarta meredup akibat badai pandemi, hubungan budaya antara Indonesia dan Australia kembali menyala. Dari Melbourne, sebuah program besar diluncurkan: IndoTekno, inisiatif flagship University of Melbourne yang secara khusus dirancang untuk mengangkat profesionalisme para pekerja seni Indonesia ke panggung internasional.

“Kerja sama antara Pemerintah Negara Bagian Victoria dan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta kembali digelar tahun ini. University of Melbourne, ISI Yogyakarta, dan Universitas Gadjah Mada kembali masuk dalam lingkaran kolaborasi penting ini,” kata Kate Ben-Tovim, Co-Director Training World Lead IndoTekno Program University of Melbourne, saat ditemui di kantornya di Melbourne, Kamis (20/11).

Canda Prabowo ke PM Australia: Intelijenmu Sangat Bagus, Tahu Saya Suka Bagpipe

Kate mengingat betul bagaimana kegiatan budaya di kedua wilayah sempat terhenti akibat Covid-19 pada 2020–2022. Banyak seniman kehilangan ruang berekspresi, panggung sepi, studio redup. Karena itu, program tahun ini sengaja dirancang untuk menghidupkan ulang ruang-ruang kreativitas yang dulu sempat mati suri.

Baca Juga: Mengenal Sejarah Siskamling dan Daerah yang Aktifkan Kembali Kegiatan Pasca Pandemi

“Kami membuat cultural hub di Yogyakarta. Kegiatannya mulai dari standardisasi produksi, pelatihan teknis, sampai pementasan yang memenuhi standar internasional. Bahkan ada sertifikasi profesional yang kita dorong agar seniman Indonesia bisa bersaing di level global,” ujar Kate.

Di Yogyakarta, rangkaian kegiatan itu langsung menyentuh jantung ekosistem seni. Para pekerja panggung, production manager, hingga lighting dan sound engineer dilatih dengan metode industri yang berlaku di teater-teater besar Australia. Puncaknya, festival bersama digelar sebagai ruang unjuk karya sekaligus laboratorium praktik profesional.

Kolaborasi ini turut diperkuat oleh Asialink, lembaga budaya di bawah University of Melbourne. Sabrina Estelita Alday, Program Lead Art & Culture Asialink, menyebut kerja sama dengan komunitas seni Indonesia adalah bagian penting dari hubungan people-to-people kedua negara.

Baca Juga: Hartadinata Abadi (HRTA) Sebut Permintaan Perhiasan Emas Turun Pasca Pandemi Covid-19

“Kami bekerja sama dengan Padepokan Seni Bagong Kussudiardja di Yogyakarta. Selain itu, ada program serupa di Makassar. Ini cara kami membangun hubungan budaya yang nyata, bukan sekadar seremoni,” ujar Sabrina.

Asialink juga membawa format kegiatan ini ke negara lain, termasuk Malaysia, dan telah menampilkan hasilnya dalam sebuah festival seni di Tasmania.

Tak hanya melalui Asialink, dukungan juga datang dari ekosistem seni University of Melbourne yang lebih luas. Victorian College of the Arts (VCA), fakultas seni terkemuka di bawah universitas tersebut, rutin membuka ruang bagi seniman Indonesia lewat pameran, screening film, kunjungan akademik, hingga residensi singkat. VCA dikenal sebagai pusat pendidikan kreatif yang melahirkan sineas, praktisi teater, penari, musisi, dan seniman visual yang buka ruang kolaborasi internasional.

Sementara itu, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (UGM) juga terus terlibat dalam dialog kreatif dengan University of Melbourne melalui forum akademik dan penelitian bersama. Jejaring inilah yang membuat Yogyakarta dan Melbourne memiliki fondasi kuat dalam pertukaran gagasan dan praktik seni.

Tonton: Pertamina Lepas Pelita Air, Ini Rencana Penggabungan dengan Garuda Indonesia

Program IndoTekno sendiri menjadi titik penting untuk mengangkat standar produksi pertunjukan di Indonesia. Selama empat minggu, teknisi panggung Indonesia mengikuti workshop intensif di kampus Melbourne, belajar langsung dari perusahaan seni Victoria dan tutor industri kelas dunia. Mereka pulang membawa pengetahuan teknis, manajerial, serta jejaring internasional.

Tujuan akhirnya jelas: melahirkan generasi baru pekerja seni Indonesia yang mampu mengelola pertunjukan dengan profesionalisme berstandar global.

Melalui kolaborasi lintas negara ini, Yogyakarta kembali menjadi pusat energi seni yang berdenyut kencang. Dan Melbourne, dengan rangkaian pelatihan dan dukungan industrinya, hadir sebagai mitra yang ikut mendorong seniman Indonesia berdiri tegak di panggung dunia.

Dengan semangat “kita bangkit bersama”, kembalinya kolaborasi ini bukan hanya soal seni—tetapi tentang harapan, keberlanjutan, dan kebangkitan sebuah ekosistem kreatif yang pernah nyaris terhenti.
 

Selanjutnya: Capital Today Beli Saham ByteDance, Valuasinya Mencapai US$ 480 Miliar

Menarik Dibaca: Hasil Australian Open 2025, Sembilan Wakil Indonesia Melenggang ke Perempat Final




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×