Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Alphabet Inc, induk YouTube, telah menghapus lima saluran jaringan televisi Myanmar yang dikelola militer yang berada di platformnya setelah kudeta di negara tersebut berlangsung.
"Kami telah menghentikan sejumlah saluran dan menghapus beberapa video dari YouTube sesuai dengan pedoman komunitas kami dan hukum yang berlaku," kata seorang juru bicara YouTube dalam sebuah pernyataan menanggapi pertanyaan Reuters, Jumat (5/3).
Saluran yang dihapus termasuk jaringan negara, MRTV, (Myanma Radio and Television) serta Myawaddy Media milik militer, MWD Variety dan MWD Myanmar, lanjut YouTube.
Penghapusan channel ini terjadi selama pekan paling berdarah sejauh ini dari protes anti-kudeta. Sedikitnya 38 orang tewas pada Rabu (3/3) lalu, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, ketika pasukan keamanan mencoba untuk membubarkan demonstrasi dan menggunakan peluru tajam di beberapa daerah.
Tentara merebut kekuasaan pada 1 Februari, dengan tuduhan penipuan massal dalam pemilihan umum di bulan November yang dimenangkan oleh pemerintah Aung San Suu Kyi.
Komisi pemilihan mengatakan pemungutan suara itu adil, tetapi militer telah menggunakan media untuk melancarkan propaganda dan membenarkan pengambilalihan kekuasaan tersebut.
Baca Juga: AS blokir upaya junta Myanmar untuk kosongkan rekening Fed New York Rp 14,264 triliun
Media sosial MRTV juga sudah dilarang oleh Facebook pada bulan Februari. Facebook pun telah melarang Myawaddy pada 2018 bersamaan dengan larangan kepada panglima militer Min Aung Hlaing. Selain itu, selusin perwira dan organisasi senior militer lainnya telah dilarang di platform tersebut.
Facebook sekarang telah melarang semua halaman yang terkait dengan tentara Myanmar - dan juga dilarang oleh junta pada bulan Februari.
Platform media sosial lainnya juga bergulat dengan cara memoderasi konten militer dan maraknya ujaran kebencian dan informasi yang salah di Myanmar.
Reuters melaporkan, pada hari Kamis bahwa tentara dan polisi Myanmar menggunakan TikTok untuk menyampaikan ancaman pembunuhan kepada pengunjuk rasa.
Para peneliti mengatakan bahwa setelah larangan Facebook, militer mencoba membangun kehadirannya di platform lain.
YouTube telah menghadapi kritik dari para peneliti dan kelompok masyarakat sipil karena pendekatan yang relatif lepas tangan selama pemungutan suara Myanmar 8 November.
Tinjauan Reuters menemukan lusinan saluran yang dipasang di YouTube yang telah mempromosikan informasi yang salah tentang pemilu sambil menyamar sebagai outlet berita atau program politik.
Google mengatakan, pada bulan Desember pihaknya telah menghentikan 34 saluran YouTube setelah penyelidikan terhadap operasi pengaruh terkoordinasi yang terkait dengan Myanmar.