Sumber: money.cnn | Editor: Mesti Sinaga
Meskipun serangan udara terus menghantam infrastruktur minyak yang menjadi andalan pendapatannya, ISIS masih memiliki kekayaan senilai US$ 2 miliar. Untuk menutup penghasilannya yang hilang akibat serangan bertubi-tubi itu, ISIS gencar ‘memerah’ pajak dari warga yang berada di wilayah kekuasaannya.
Hal ini terungkap dalam riset terbaru Center for the Analysis of Terrorism, yang akan dirilis Rabu ini (1 Juni 2016).
Penulis laporan tersebut, Jean-Charles Brisard dan Damien Martinez, menyimpulkan bahwa “Kejatuhan militer ISIS tidak akan terjadi dalam waktu dekat…….keruntuhan ekonomi ISIS terkait beberapa hal pada jangka menengah.”
Hasil riset tersebut menyebutkan, ISIS mengantongi penghasilan US$ 2,4 miliar di 2015 lalu. Jumlah ini diperkirakan turun US$ 500 juta dibandingkan dengan penerimaannya di tahun 2014. Meskipun pendapatannya turun, saat ini ISIS tetap merupakan organisasi teroris terkaya di muka bumi. (Baca: Menguak sumber keuangan ISIS)
Alasan utama ISIS masih bisa terus mencetak penghasilan miliaran dollar adalah pajak. Menurut para peneliti, “pemerasan” oleh ISIS terhadap warga yang tinggal di wilayah Irak dan Syria telah meroket dari US$ 360 juta di 2014 menjadi US$ 800 juta di 2015.
Laporan ini muncul di saat citra ISIS sebagai sebuah organisasi teroris mulai rontok. Dalam beberapa bulan terakhir, ISIS memangkas setengah dari gaji serdadunya. Sementara pengeboman yang terus menerus di wilayahnya telah memangkas produksi minyak ISIS.
Menurut militer Amerika Serikat, ISIS juga telah kehilangan kontrol atas 40% wilayah yang dulu pernah dikuasainya. Namun ISIS masih memiliki 8 juta warga di bawah kendalinya.
Brisard dan Martinez mengatakan, ISIS telah menyeimbangkan penurunan pendapatannya dari minyak dengan menaikkan pajak.
Ketika porsi pendapatannya dari minyak tahun lalu turun dari 38% menjadi 25%, ISIS menggenjot pendapatan dari pajak. Di 2015 lalu, sumbangan pendapatan dari pajak pun naik dari sebelumnya hanya 12% meroket menjadi 33% terhadap total pendapatannya.
Pajak yang ditarik ISIS tersebut mencakup pajak pendapatan sebesar 10%, pajak usaha hingga 15%, tarif jalan tol, fee penarikan uang di bank sebesar 5%, dan pajak obat-obatan hingga 35%.
Di luar itu itu, ISIS juga membebani warga dengan menarik bayaran setiap kali warga meninggalkan sebuah wilayah, termasuk bila warga hanya bepergian sebentar.
Khusus untuk warga beragama Kristen, ISIS menarik pajak khusus, mirip dengan ‘uang jaminan keamanan’ ala mafia yang disebut jizyah. Majalah resmi ISIS bahkan dengan bangga bicara tentang “memaksakan jizyah”.
ISIS sendiri mengklaim bahwa semua pajak dan pungutan itu sebagai zakat.
“ISIS adalah sebuah organisasi yang benar-benar adaptif,” ujar Brisard kepada CNNMoney. “Yang mengejutkan saya, mereka berperilaku sebagai manager, bukan sebagai penjarah sederhana. Mereka benar-benar membuat bujet dan kompensasi."
Namun Departemen Keuangan AS menyatakan, upaya kelompok koalisi melemahkan ekonomi ISIS telah membuahkan hasil.
“Kami melihat ada kemajuan... sejak 2015, produksi minyak ISIS telah turun sekitar 30%. Kemampuan mereka menghasilkan pendapatan telah turun pula setidaknya sebesar 30% itu,” demikian pernyataan Departemen Keuangan AS.
Riset khusus Center for the Analysis of Terrorism cenderung membuat perkiraan yang lebih tinggi terkait pendapatan ISIS dibandingkan perkiraan pakar lainnya.
Contohnya, mereka memperkirakan ISIS meraup US$ 600 juta dari bisnis minyak tahun lalu. Sementara Departemen Keuangan AS memperkirakan pendapatan ISIS dari minyak di 2015 hanya mendekati US$ 500 juta.
Meskipun perkiraan pendapatan ISIS berbeda-beda, namun para pakar terorisme lainnya menyatakan, bahwa kesimpulan utamanya tetap sama: ISIS telah meleset dari anggarannya.
Pusat Kebijakan Keamanan Genewa, The Geneva Centre for Security Policy akan mempublikasikan sebuah laporan pekan depan yang akan menguraikan bagaimana ISIS kini mengandalkan pajak untuk mendanai aksi terornya.
Christina Schori Liang, Analis Teroris di The Geneva Centre for Security Policy, menyatakan ISIS melihat cybercrime sebagai sumber penghasilan berikutnya. Maklum, cybercrime susah dilacak, bisa menggunakan mata uang digital seperti Bitcoin, dan tak perlu mematuhi regulasi perbankan internasional.
Laporan Center for The Analysis of Terrorism mengklaim, ISIS masih menjalankan perdagangan besar dengan dunia luar. Hal ini terjadi lantaran PBB gagal mengisolasi ISIS melalui embargo formal. Sementara dampak serangan udara koalisi AS pun terbatas terhadap ekonomi ISIS.
Brisard mengakui serangan udara telah menghancurkan banyak infrastruktur produksi minyak ISIS. Namun dia menandaskan, satu-satunya cara untuk benar-benar memotong dana ISIS adalah merebut kembali wilayah yang kini dikuasainya.
Yang paling mengejutkan Brisard, ternyata negara-negara yang berada dalam Dewan Keamanan PBB tidak menyetujui embargo untuk menghukum negara-negara yang terus membeli semen, gandum, minyak, fosfat dan produk-produk lain dari wilayah ISIS.
Sebagai contoh, ISIS diperkirakan telah menjual 12.000 ton kapas tahun lalu. Sebagian besar kapas itu dijual kepada pembeli dari Turki.
“Situasi saat ini memang tidak masuk akal,” ujar Brisard.