Sumber: Fortune | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nike, salah satu perusahaan pakaian olahraga terbesar di dunia dengan valuasi sebesar US$122 miliar, kembali menunjuk veteran perusahaan Elliott Hill sebagai CEO barunya.
Hill, yang memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun di Nike, diharapkan dapat membawa perusahaan ini kembali ke jalur pertumbuhan melalui inovasi produk dan manajemen yang kuat.
Pengalaman Elliott Hill: Kekuatan di Balik Kepemimpinan Baru
Elliott Hill bukanlah nama baru di Nike. Sebelum pensiun pada tahun 2020, Hill memulai karirnya sebagai magang di Nike dan naik menjadi presiden divisi konsumen dan pasar.
Pengalaman panjangnya di berbagai posisi strategis membuat pasar bereaksi positif terhadap penunjukannya sebagai CEO, dengan harga saham Nike melonjak dari US$81 menjadi US$86,52 setelah pengumuman pada 19 September 2024. Keahlian dan pengetahuan mendalamnya tentang bisnis ini menjadi alasan utama optimisme para analis.
Baca Juga: Pangsa Pasar Nike Mulai Tergerus Adidas
Barclays, dalam catatan yang dilihat oleh Fortune, menyatakan bahwa penunjukan Hill dianggap sebagai langkah positif, dengan fokus baru pada inovasi produk, melayani konsumen di berbagai pasar, dan memperbaiki kinerja perusahaan secara keseluruhan.
"Kembalinya Elliott Hill dapat membantu menghidupkan kembali fokus perusahaan pada inovasi produk dan memperluas pasar," ungkap para analis Barclays.
Tantangan Pertama: Inovasi Produk
Salah satu masalah mendesak yang ada di meja Hill adalah kebutuhan mendesak untuk menghadirkan produk-produk baru yang menarik di pasar. Nike saat ini tertinggal dari pesaingnya seperti Adidas, yang sukses meluncurkan lini seperti Yeezy dan koleksi sepatu Samba serta Gazelle.
Adidas melaporkan laba operasi sebesar €682 juta pada paruh pertama 2024, melonjak hampir 190% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sebaliknya, Nike menghadapi penurunan pendapatan yang signifikan. Pada kuartal pertama tahun fiskal 2025, yang berakhir pada 31 Agustus, Nike melaporkan pendapatan sebesar US$11,6 miliar, turun 10% dari tahun sebelumnya.
Baca Juga: Setelah 4 Tahun Pensiun, Elliott Hill Kembali Mengambil Alih Kendali di Nike
Salah satu penyebab utama adalah strategi manajemen produk agresif Nike terhadap franchise warisannya seperti Air Force 1 (AF1), Air Jordan 1 (AJ1), dan Dunk, yang diyakini Barclays telah "terlalu diperluas di pasar."
Nike perlu memperkenalkan produk baru yang segar dan inovatif agar dapat bersaing kembali di pasar. Inovasi menjadi kunci untuk menghindari penurunan lebih lanjut dan mengatasi tantangan persaingan di industri ini.
Tantangan Kedua: Pasar Tiongkok
Tantangan berikutnya datang dari pasar Tiongkok, salah satu pasar terbesar bagi Nike. Kondisi ekonomi yang sulit di negara tersebut, meskipun pemerintah telah mengumumkan stimulus fiskal, membuat banyak merek mewah dan pengecer diskon kesulitan untuk mendorong penjualan.
Goldman Sachs mengidentifikasi prospek ekonomi makro di Tiongkok sebagai salah satu ancaman utama bagi Nike.
Baca Juga: Penjualan Nike di Tahun 2025 Bakal Menurun
Pada bulan Juni, tim analis Goldman Sachs menurunkan estimasi EPS Nike untuk FY25 dan FY26 dari US$3,85/US$4,32 menjadi US$3,25/US$3,76, mencerminkan kondisi pasar yang melemah di Tiongkok. Hal ini disertai dengan tantangan dalam manajemen inventaris dan intensifikasi persaingan di pasar pakaian olahraga.
Nike perlu mengembangkan strategi khusus untuk menarik kembali konsumen di Tiongkok dan mengatasi tantangan makroekonomi yang ada.
Tantangan Ketiga: Budaya Perusahaan dan Pemotongan Biaya
Tahun 2024 juga menyaksikan langkah pemotongan biaya besar-besaran di Nike, yang berencana memangkas pengeluaran hingga US$2 miliar. Pemotongan ini mencakup pengurangan tenaga kerja sebesar 2%, atau sekitar 740 posisi, sebagai bagian dari fase kedua dampak restrukturisasi perusahaan.
Pengurangan ini menciptakan gejolak budaya di dalam perusahaan, dengan banyak karyawan yang merasa tidak aman mengenai masa depan mereka.
Namun, kembalinya Hill diharapkan dapat membantu memulihkan semangat di antara para karyawan. Dalam pernyataannya, Hill menekankan pentingnya kerja sama tim dan pembangunan hubungan, serta keinginannya untuk kembali bekerja dengan karyawan dan mitra terpercaya yang pernah ia jalin selama bertahun-tahun.