Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Kementerian Pertahanan Taiwan pada hari Senin (22/1) mengatakan telah melacak kehadiran enam buah balon udara China di sekitar wilayahnya, satu di antaranya bahkan telah melewati batas.
Dalam laporannya dijelaskan bahwa enam balon telah terbang di atas garis median sensitif Selat Taiwan pada hari Minggu (21/1). Namun, hanya satu yang melintasi pulau Taiwan, tepatanya di wilayah selatan.
Mengutip Reuters, kelima balon lainnya terbang ke utara Taiwan namun tidak terbang di atas daratan.
Baca Juga: Joe Biden: Amerika Serikat Tidak Mendukung Kemerdekaan Taiwan
Balon Udara China
Kemunculan balon udara China telah menjadi perhatian dunia sejak bulan Februari 2023, tepatnya ketika Amerika Serikat menembak jatuh sebuah balon China di atas wilayahnya.
China mengatakan balon itu adalah pesawat sipil yang tidak sengaja tersesat. Di sisi lain, AS menduga ada perangkat mata-mata yang disematkan dalam balon tersebut.
Di Taiwan, kemunculan balon terlihat semakin intens jelang pemilu 13 Januari 2024.
Taiwan menilai China sengaja mengirim balon-balon tersebut dengan tujuan untuk melancarkan perang psikologis terhadap penduduk Taiwan.
Baca Juga: Militer China Kembali Aktif Setelah Pemilu Taiwan Usai
Militer China Kembali Aktif di Sekitar Taiwan
Kementerian Pertahanan Taiwan pada hari Rabu (16/1) kembali mendeteksi kehadiran jet tempur milik Angkatan Udara China di sekitar wilayahnya.
Pihak kementerian mengidentifikasi aktivitas militer China tersebut sebagai "patroli kesiapan tempur gabungan", sekaligus menjadi aktivitas militer skala besar pertama setelah pemilu Taiwan.
Saat itu Taiwan mendeteksi 18 pesawat termasuk pesawat tempur Su-30 yang beroperasi di lepas pantai utara, tengah, serta barat daya sejak pukul 19:50 malam waktu setempat.
Sebelas dari pesawat itu bahkan dilaporkan telah melintasi garis tengah Selat Taiwan dalam pola kerja sama dengan kapal perang China.
Tekanan militer China jelas masih akan menjadi tantangan utama Taiwan di bawah Presiden barunya, Lai Ching-te. Lai, yang akan mulai menjabat pada 20 Mei, telah berulang kali menawarkan pembicaraan dengan China namun selalu ditolak.