kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Agar konflik tak pecah, China harus belajar berbagi di Laut China Selatan


Senin, 15 Juni 2020 / 15:14 WIB
Agar konflik tak pecah, China harus belajar berbagi di Laut China Selatan
ILUSTRASI. China's first domestically built aircraft carrier departs the port for its ninth sea trial in Dalian, Liaoning province, China November 14, 2019. Picture taken November 14, 2019. REUTERS/Stringer ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PART


Sumber: South China Morning Post | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Mantan Wakil Direktur Administrasi Keselamatan Maritim Hainan Zhang Jie seolah tak percaya dengan perubahan yang cepat di Kepulauan Spratly.  

Tetapi hal-hal mulai berubah pada tahun 2013, ketika Beijing memulai program pembangunan pulau dan pembangunan infrastruktur untuk mengubah gugusan pulau kecil dan terumbu menjadi pusat penelitian kelautan dan menjadi perhatian beberapa tetangganya.

Baca Juga: China waspada! Kasus corona di pasar Beijing naik jadi 79, risiko penyebaran tinggi

"Saya terkejut ketika melihat foto-foto pesawat sipil mendarat di Fiery Cross Reef [pada 2016], yang hanya berupa batu kecil yang muncul dari laut ketika saya mengunjunginya beberapa tahun sebelumnya," kata Zhang.

"Luar biasa bagaimana mereka mengubahnya menjadi daratan besar dengan landasan terbang sepanjang 3.000 meter," katanya.

Pada tahun-tahun sejak penerbangan pertama itu, pengembangan Spratly terus berlanjut. Mischief dan Subi reef yang bertetangga sekarang juga memiliki landasan terbang yang mampu menampung pesawat besar. Ada juga berbagai bangunan dan fasilitas yang cocok untuk keperluan militer atau sipil seperti hanggar untuk jet tempur.

Kehadiran inilah yang paling menimbulkan kegelisahan di antara negara lain dan hak terkait dengan perikanan dan eksplorasi sumber daya yang tersebar di Laut China Selatan.

Baca Juga: Siap balas AS, China punya senjata pembunuh kapal induk

Keita Beijing mengklaim sekitar 90% dari jalur air yang disengketakan sebagai wilayah kedaulatannya, Vietnam, Malaysia, Brunei, Taiwan dan Filipina juga memiliki klaim sendiri.

Demikian juga, Amerika Serikat dan banyak sekutunya di Eropa telah mengkritik apa yang mereka lihat sebagai gerakan China yang semakin agresif di wilayah tersebut.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×