Sumber: Reuters | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Penambangan bitcoin diam-diam kembali tumbuh di China, meskipun kegiatan ini telah dilarang sejak 2021. Para penambang individu maupun perusahaan memanfaatkan listrik murah dan lonjakan pembangunan pusat data beberapa provinsi.
Sebelum larangan diberlakukan, China adalah negara dengan aktivitas penambangan kripto terbesar di dunia. Larangan itu sempat membuat pangsa pasar penambangan bitcoin China anjlok hingga nol. Menurut Hashrate Index, per Oktober 2025, China kembali menempati posisi ketiga dunia, dengan pangsa 14%.
Kembalinya aktivitas penambangan ini juga terlihat dari meningkatnya penjualan mesin tambang buatan Canaan Inc, yang sebelumnya terpukul kebijakan keras China.
Seorang penambang kripto bernama Wang di Xinjiang mengatakan, ia kembali menambang bitcoin akhir tahun lalu karena wilayahnya memiliki pasokan energi berlebih. "Banyak energi di Xinjiang tidak bisa disalurkan keluar, jadi dipakai menambang kripto," ujar dia, dikutip Reuters.
Ledakan terbaru ini terjadi saat harga bitcoin menyentuh rekor pada Oktober, dipicu kebijakan pro-kripto Presiden AS Donald Trump dan meningkatnya ketidakpercayaan global terhadap dolar. Meski kini harga telah turun sekitar sepertiga, penambangan tetap menguntungkan di wilayah berenergi murah.
"Fleksibilitas kebijakan China muncul ketika insentif ekonominya kuat," kata Patrick Gruhn, CEO Perpetuals.com. Menurut dia, lonjakan kapasitas penambangan di China sinyal penting bagi pasar.
Penambangan bitcoin sangat aktif di daerah kaya listrik seperti Xinjiang dan Sichuan. Beberapa mantan penambang bahkan kembali ke bisnis ini setelah melihat peluang keuntungan.
Selain harga yang naik, pasokan listrik dan komputasi berlebih akibat pembangunan pusat data pemerintah lokal ikut memicu kebangkitan ini. Canaan, produsen penambang bitcoin terbesar kedua di dunia, melaporkan 30,3% pendapatan global pada 2023 berasal dari China.













