Sumber: TheIndependent.co.uk | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Selama ini, warga Saudi dan penduduk lain yang ingin minum biasanya menyeberang ke Bahrain, di mana alkohol legal bagi Muslim dan non-Muslim, ramai saat akhir pekan dan libur. Opsi lebih mahal adalah Dubai. Ada pula yang menyelundupkan alkohol atau membuat minuman oplosan. Ini tentunya lebih berisiko dan mahal.
Sebagian orang memilih minuman non-alkohol sebagai pengganti, termasuk demi “estetika” di media sosial. Di festival besar, antrean bir tanpa alkohol sering mengular, terutama di kalangan anak muda Saudi dan pengunjung yang ingin merasakan suasana.
Larangan alkohol di Saudi berawal dari insiden 1951, ketika Pangeran Mishari, putra Raja Abdulaziz (pendiri Saudi), dalam kondisi mabuk menembak mati wakil konsul Inggris Cyril Ousman di Jeddah. Peristiwa inilah yang mendorong pelarangan total penjualan alkohol.
Tonton: Momen Nataru Akan Dongkrak Ekonomi, Namun Bersifat Sementara
Kesimpulan
Perluasan diam-diam akses toko alkohol menandai pergeseran sosial-ekonomi yang hati-hati namun signifikan di Arab Saudi. Meski tetap dilarang bagi publik, kebijakan ini menunjukkan upaya kerajaan menyeimbangkan reformasi ekonomi dan citra global dengan batasan religius dan kontrol ketat, sekaligus menguji respons pasar dan masyarakat tanpa gegap gempita.













