Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pemerintah Amerika Serikat (AS) mencabut sanksi terhadap sejumlah sekutu dekat militer Myanmar.
Hanya dua pekan setelah pemimpin junta, Jenderal Min Aung Hlaing, menyampaikan surat pujian kepada Presiden Donald Trump dan meminta pelonggaran tarif serta sanksi ekonomi.
Baca Juga: Intel Corp Pangkas 22% Karyawan, CEO Baru Tan Terapkan Disiplin Ketat Biaya
Dalam pemberitahuan resmi, Departemen Keuangan AS pada Kamis (24/7/2025) menghapus empat entitas dan individu dari daftar sanksi, yakni KT Services & Logistics dan pendirinya Jonathan Myo Kyaw Thaung; MCM Group dan pemiliknya Aung Hlaing Oo; Suntac Technologies dan pemiliknya Sit Taing Aung; serta seorang individu bernama Tin Latt Min.
Keempat pihak tersebut sebelumnya dijatuhi sanksi antara tahun 2022 hingga 2024 atas keterlibatan dalam sektor pertahanan Myanmar dan kedekatan dengan pemerintahan militer yang merebut kekuasaan melalui kudeta pada 2021.
Departemen Keuangan AS tidak menjelaskan alasan pencabutan sanksi ini. Gedung Putih juga belum memberikan pernyataan resmi.
Pencabutan ini terjadi tak lama setelah surat dari Jenderal Min Aung Hlaing yang ditujukan kepada Trump pada 11 Juli lalu.
Dalam surat itu, ia meminta penurunan tarif ekspor Myanmar ke AS dari 40% menjadi 10%-20%, serta menawarkan untuk menurunkan bea impor dari AS menjadi 0%-10%.
Baca Juga: Kanada Kecam Israel atas Krisis Kemanusiaan di Gaza dan Pemblokiran Bantuan
Ia juga menyatakan kesediaan mengirim tim negosiasi ke Washington.
Jenderal Min Aung Hlaing memuji Trump sebagai "patriot sejati" yang memimpin AS menuju kemakmuran nasional.
Ia juga meminta Trump mempertimbangkan pelonggaran sanksi yang dinilainya menghambat kepentingan bersama antara kedua negara.
Myanmar merupakan salah satu sumber utama mineral tanah jarang (rare earth) yang vital dalam industri teknologi tinggi dan pertahanan.
Akses terhadap mineral ini menjadi perhatian strategis pemerintahan Trump dalam persaingan dengan China, yang saat ini mengendalikan sekitar 90% kapasitas pengolahan rare earth global.
Baca Juga: AS Siap Longgarkan Sanksi, Chevron Kembali Operasikan Ladang Minyak di Venezuela
Namun, sebagian besar tambang rare earth di Myanmar berada di wilayah yang dikuasai kelompok etnis bersenjata Kachin Independence Army (KIA), yang memusuhi junta dan mengekspor hasil tambangnya ke China untuk diproses.