Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – WASHINGTON. Pemerintahan Presiden Donald Trump dikabarkan tengah bersiap memberikan otorisasi terbatas kepada mitra utama perusahaan minyak nasional Venezuela, PDVSA, termasuk raksasa energi Amerika Serikat, Chevron Corp, untuk kembali beroperasi di negara OPEC yang selama ini dikenai sanksi.
Mengutip lima sumber Reuters pada Kamis (24/7/2025), kebijakan ini menandai perubahan arah dari strategi tekanan maksimum yang diterapkan AS terhadap industri energi Venezuela sejak 2019.
Baca Juga: Harga Minyak Naik Tipis pada Perdagangan Jumat (25/7) Pagi
Jika disetujui, Chevron dan mitra Eropa seperti Eni (Italia) dan Repsol (Spanyol) dapat melakukan impor barang penting dan membayar kontraktor guna memastikan kelangsungan operasional. Sebagian impor bahkan bisa dibarter dengan minyak Venezuela.
Namun, menurut pernyataan pejabat senior Departemen Luar Negeri AS, langkah ini tidak akan memungkinkan pemerintahan Presiden Nicolás Maduro untuk menikmati keuntungan langsung dari penjualan minyak.
“AS tidak akan mengizinkan Maduro meraup keuntungan dari transaksi ini,” ujar pejabat tersebut.
Meskipun demikian, seorang sumber yang dekat dengan perundingan mempertanyakan efektivitas klaim tersebut, mengingat PDVSA masih memungut pajak dan royalti sebagai syarat ekspor.
Presiden Maduro sendiri menyambut positif langkah ini. Dalam wawancara dengan Telesur, ia mengungkap bahwa telah dibentuk kelompok kerja untuk memastikan kembalinya Chevron ke Venezuela.
Baca Juga: Harga Minyak Turun, Imbas Kemungkinan Ada Izin Chevron Lanjutkan Operasi di Venezuela
“Chevron telah menerima informasi tentang lisensi baru agar bisa terus beroperasi,” ujarnya.
Sebagai respons, saham Chevron naik dan sempat menyentuh US$ 155,93 pada Kamis, level tertinggi sejak awal April.
Juru bicara Chevron menyatakan, “Kami menjalankan bisnis kami secara global sesuai hukum dan peraturan yang berlaku, termasuk dalam kerangka sanksi AS terhadap Venezuela.”
Manuver Politik dan Diplomasi
Langkah pelonggaran ini datang setelah pertukaran tahanan bulan ini, di mana Maduro membebaskan 10 warga AS.
Sementara Washington memulangkan lebih dari 200 warga Venezuela dari penahanan imigrasi di El Salvador.
Meski hubungan AS-Venezuela tetap tegang, ini menunjukkan adanya saluran diplomatik yang terbuka.
Baca Juga: Shell dan Chevron Segera Kembali Garap Hulu Migas di Indonesia
Sebelumnya, pada Februari, Trump mencabut sejumlah lisensi energi, termasuk milik Chevron, dan memberikan batas waktu hingga akhir Mei untuk menghentikan seluruh aktivitas komersial.
Namun, meski lisensi dicabut, output minyak di proyek-proyek patungan antara PDVSA dan mitra asing tetap relatif stabil.
Kini, sumber menyebut bahwa Departemen Luar Negeri AS tengah menegosiasikan skema baru yang memastikan tidak ada uang tunai yang langsung mengalir ke kas Maduro.
Dampak Global: Ke Mana Perginya Minyak Venezuela?
Setelah lisensi Chevron dicabut awal tahun ini, Trump sempat mengumumkan tarif sekunder bagi pembeli minyak Venezuela.
Meski demikian, tarif tersebut belum ditegakkan, memungkinkan Venezuela mengalihkan ekspornya ke Asia, terutama ke China, menggantikan pasar AS dan Eropa yang dulu digarap lewat mitra patungan.
Baca Juga: Menang Lawan Exxon Mobil, Chevron Resmi Dapat Akses Ladang Minyak Raksasa Guyana
Situasi ini sebelumnya telah dikritik sejumlah politisi di Washington karena tetap memberikan ruang ekonomi bagi rezim Maduro.
Kini, pertanyaannya adalah apakah lisensi baru untuk Chevron juga akan berlaku bagi perusahaan asing lainnya.
Eni dan Repsol, misalnya, telah lama meminta izin untuk menukar pasokan bahan bakar dengan minyak Venezuela, namun belum ada kejelasan apakah mereka akan mendapatkan perlakuan serupa.
Menurut sumber, otorisasi ini kemungkinan tidak diumumkan secara publik dan akan tetap bersifat rahasia.
Baik Kementerian Keuangan AS melalui Office of Foreign Assets Control (OFAC) maupun PDVSA belum memberikan komentar resmi.